Arsip Blog

Merencanakan Pendidikan untuk Sang Anak

blogDalam dienul Islam, merencakan pendidikan untuk sang anak bukan hanya sekedar dimana anak tersebut akan disekolahkan, pertimbangan biaya yang harus dikeluarkan, ataupun dengan siapa kelak ia akan bergaul di sekolah. Ketika seorang muslim sudah berazzam untuk membangun rumah tangga, pada hakekatnya ia sudah memulai merencanakan pendidikan untuk buah hati nya kelak, Rosulullah bersabda “ Pandai-pandailah memilih tempat untuk sperma kalian. Nikahilah wanita-wanita yang setara, dan nikahkanlah mereka“-HR Ibn Majah-.

“Hak yang paling pertama yang harus didapatkan oleh seorang anak, yaitu ia berhak mendapatkan seorang ibu yang  taat beragama, selalu menjaga kesucian diri, cerdas dalam menyelesaikan urusan , dan mempunyai akhlak yang baik” ucap abul hasan Al-mawardi (wafat 1058 M) ketika menjelaskan hak anak kepada khalifah saat itu. Setelah kedua pasangan ini bersatu dengan pernikahan, proses perencanaan pendidikan terus berlanjut, islam menganjurkan kepada pasangan yang hendak berhubungan badan  untuk berdoa “ Ya Allah jauhkanlah kami dari campur tangan syaitan dan jauhkan pula syaitan dari apa-apa yang Engkau karuniakan kepada kami (HR.Al-bukhori),  karena bagi seorang muslim hubungan suami istri bukanlah sekedar pelampiasan hawa nafsu semata, tetapi di dalamnya ada dorongan ibadah untuk mencetak anak didik yang siap menegakkan agama Allah di muka bumi, tidak heran Al-Hafidz Ibnu Hajar (wafat 1448 M) menjabarkan dalam kitabnya Fathul Bari ” Barang siapa yang meniatkan dalam hubungan suami istrinya untuk mencetak generasi pejuang di jalan Allah, maka ia mendapatkan pahala disebabkan niat tersebut walaupun seandainya dari hubungan badan tersebut tidak menghasilan anak”, dan jika seseorang memperhatikan urutan penulisan fiqh klasik, ia akan mendapatkan pembahasan pernikahan lebih didahulukan dari pembahasan jihad. Imam Mulla Al qori (wafat 1606 M) berusaha menjelaskan alasan urutan tersebut dalam kitabnya  Mirqotul Mafatih “Itu dikarenakan mencetak generasi yang beriman lebih baik dari pada sekedar membunuh orang yang kafir”.

Sedangkan dalam sistem pendidikan yang berkiblat kepada Barat, ia lebih mengutamakan perencanaan pendidikan yang kasat mata dan sekedar materi belaka, bagi mereka berhubungan badan sama sekali tidak perlu ada hubungannya dengan pernikahan, mempunyai anakpun mereka anggap bisa digantikan oleh adopsi. Sangat kering dari aspek spritual apalagi aspek akhirat. Maka tidak heran panti jompo di Amerika sangatlah laku keras, banyak para orang tua di Amerika menghabiskan waktunya di panti jompo dalam kesepian menunggu ajal tiba dengan alasan yang anak tidak ingin karirnya terganggu dengan mengurusi orang tuanya, fenomena ini terjadi karena orang tua di sana sejak kehadiran sang anak diantara mereka, keinginan orang tua hanya merencanakan pendidikan bagaimana sang anak sukses dalam hal materi, tanpa berpikir bahwa setelah kehidupan dunia ini, di sana ada kehidupan akhirat, yang mengharuskan anak berbakti dan mendoakan kepada orangtuanya baik selama ia masih hidup ataupun sudah tiada.

Sesungguhnya Allah akan menanyakan setiap pemimpin tentang apa saja yang ia pimpin apakah ia menjaganya atau menelantarkannya” sabda rosul yang diriwayatkan oleh Imam Nasaii, kemudian junjungan kita kembali meneruskan sabdanya “sampai sampai seseorang juga akan ditanya tentang keadaan keluarganya ” Seorang muslim yang baik harus benar benar sadar bahwa tanggung jawab pendidikan sang anak, utamanya adalah di pundak orang tua itu sendiri, kalau diibaratkan sang ibu adalah pengajar dalam sebuah sekolah maka sudah seharusnya sang ayah adalah kepala sekolahnya, tentu diwajibkan bagi kepala sekolah memilih pengajar yang baik dalam sebuah sekolah tersebut, menentukan kurikulum yang seharusnya diajarkan untuk anak didik dan itu semua demi suksesnya proses pendidikan yang bermuara kepada tercetaknya anak anak solih, jadi berperan sebagai kepala sekolah bukan sekedar menyalahkan kepada pengajar yang dianggap tidak becus dalam mendidik, tetapi ia selalu mempunyai rasa tanggung jawab yang kepada anak tersebut daripada siapapun juga.Mari bersama sama kita mencoba untuk mencontoh Luqman Al-hakim seorang yang diabadikan Oleh Allah dalam Al-Quraan karena kebijaksaanyapun menjadikan peserta didik yang paling utama adalah Anaknya sendiri, karena ia mengetahui bahwa buah hatinya lebih berhak untuk ditulari kebijaksanaan dari pada siapapun, dan karena kebahagian yang hakiki adalah di saat kelak seluruh anggota keluarga berkumpul seluruhnya di Jannah Allah subhanahu wata’ala .

komunikasi itu penting

Pada saat itu muka nabi merah padam sambil menahan marah beliau bersabda kepada zubair ” sirami lahan mu , kemudian tahan air tersebut”  itulah keputusan nabi atas sengketa antara zubair dengan salah seorang anshor, ketika mereka bersengketa masalah irigasi , setelah sebelumnya nabi keputusan awal nabi “kau sirami lahan mu lalu kau sampaikan air itu kepada tetanggamu anshar” dianggap oleh sang anshar ada unsur nepotisme dengan mengatakan “ jangan jangan kau putuskan perkara ini dikarenakan zubair ini keponakan mu?”[1]

Bagi kita sang pembaca kisah mungkin akan merasa miris , bagaimana bisa sang khoirul kholqi  dituduh mempunyai sikap nepotisme dalam keputusannya, namun disisi lain mungkin sebagian dari kita mengaggukan kepala sambil berfikir “jangan jangan apa yang dikatan salah seorang anshor  tersebut ada benarnya , perubahan keputusan nabi ketika marah pun sepertinya menguatkan dugaan tersebut” dan musibah yang lebih besar  ketika pemikiran rancu tersebut langsung disebarluaskan di khalayak umum, tanpa meminta kejelasan dari para ahli!! Allahu mustaan

“Terburu buru dalam menyikapi suatu hal, itu yg menyebabkan timbulnya aliran aliran sesat” salah satu pernyataan ulama salaf dalam kitab firaq[2]
 kalau kita mau melihat lebih dekat kisah persengketaan irigasi yg diputuskan oleh rosullah , dengan bantuan para ulama di kitab kitabnya[3] , maka kita akan menemukan bahwasanya : sejak awal hak irigasi tersebut zubair berhak secara keseluruhan dan rasulullah diawal memberi keputusan supaya zubair bersukarela untuk bersedekah kepada anshori tersebut, tatapi ketika sang anshar menginginkan keputusan yang adil, maka rosul pun memberikan hukum asal tersebut yaitu : sang anshor  tidak mendapatkan jatah irigasi sama sekali .

Itulah kita terlalu sering terburu buru dalam menyikapi hal, tanpa ingin berkomunikasi dengan yang lain , sikap kritis yang tidak pada tempatnya, mengedepankan pendapat pribadi agar dianggap sang pemilik ide cemerlang .

Ketika ada desas desus bahwa nabi telah menceraikan istri istrinya, umar bin khottob  mengambil cara simpel dan bijak , yaitu berkomunikasi langsung dengan istri nabi dan nabi shallahu alaihi wasallam “ wahai rasulallah apakah engkau menceraikan istri istri mu?” , nabi menjawab “tidak”[4] selesai perkara, tanpa harus berlarut larut dalam desas desus yang tidak mengenakan.

Alangkah indahnya jika apabila sikap bijak ini kita aplikasikan dalam kehidupan muamalah kita sehari hari .

Didalam surat assyura (ayat 38) Allah menyebutkan salah satu sifat yg nantinya mendapat kebaikan dari allah adalah mereka yang bermusyawarah dalam urusan urusan nya
dalam riwayat ibnu ibban [5]abu hurairah berkata “saya tidak pernah melihat seseorang yg paling banyak bermusyawarah kepada para sahabatnya selain rosulullah shallahu alaihi wasallam”

Suatu Ketika nabi bermusyawarah dengan para sahabatnya apakah kita berperang keluar dari madinah atau berperang didalam kota, nabi menyepakati pendapat sahabat dengan keluar madinah dan berperang di uhud, kemudian terjadilah apa yang terjadi , sampai sampai sebagian ahli tarikh menganggap kekalahan bagi kaum muslimin, orang orang yang hatinya “sakit” pun tidak tinggal diam, langsung ikut serta dalam pencemoohan kepada para sahabat, “duh coba saja kita ikut pendapat nabi, untuk berperang dalam kota, tentu kita tidak terbunuh” seakan akan mereka menyindir hasil musyawarah yang sudah disepakati bersama sebelumnya
disaat yang sama pulalah Allah menurunkan ayat – ayat surat al imron yang di antaranya: فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ
maka maafkanlah mereka(para sahabat) dan mohon ampunkan mereka dan tetaplah bermusyawarah dengan mereka, dalam urusan ) alimron 159)[6]

Dengan berkomunikasi kita bisa menjelaskan yang samar, menentramkan hati yang bimbang,mendinginkan suasana tanpa paksaan, bukankah ibnu abbas menyempatkan dirinya berkomunikasi dengan kelompok khowarij, yg akhirnya mampu membuat  dua ribu khowarij bertaubat dan kembali kejalan yang benar[7]?, berkomunikasilah!!  bukankah nabi Allah sulaiman bin daud alaihi salam  menyempatkan berkomunikasi dengan burung hud hud mendengarkan alasan keterlambatan kedatangannya[8]?, dan jauh sebelum itu semua , sang kholiq Allah subhana wata’ala berkomunikasi dengan malaikat , saat sang kholiq berfirman “إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً”

Sekali lagi mari berkomunikasi, ingat kegelapan pemikiran bukan hanya disebabkan titik titik hitam maksiat, tetapi kadang karena kurangnya cahaya komunikasi, atau jangan jangan memang kitalah yang sengaja menutup mata? .

 


[1] Hr bukhari (kitab musaqoh hadist:2231) muslim (kitab fadhoil hadist:2357)

[2] Ta’liq sunan ibnu majah abdul aziz atthorifi

[3] Lihat fathul bari jilid 5 hal 39 dan syarh shohih muslim imam annawawi (jilid 15 hal 108)

[4] Hr bukhori (kitab al-ilm hadist :89)

 

[6] Lihat tafsir fie dhilalil quraan sayyid quthb jilid satu hal: 425-479  karena sangat menarik untuk diresapi

[7] Cerita tersebut diriwayatkan oleh hakim dalam mustadroknya no 2656 diskusi antara ibnu abbas dengan khowarij juga sangat menarik untuk ditelaah

[8] Lihat Surat annaml ayat 20- 28