Category Archives: resensi buku

Resensi buku: Mental Liberal karya Abdul Aziz Athorifi

 

RESENSI BUKU

العقلية الليبرالية في رصف العقل و وصف النقل

MENTAL LIBERAL DALAM MENEMPATKAN AKAL DAN MENDESIKRIPSIKAN NAQL

 

Judul buku :    العقلية الليبرالية في رصف العقل و وصف النقل

Mental Liberal Dalam Menempatkan

Akal Dan Mendesikripsikan Naql

Penulis                         : Abdul Aziz Athorifi

Bahasa                        : Arab

Penerbit                       : Darul Minhaj Riyadh, Saudi

Arabia

Tahun terbit               : Cetakan ke IV tahun 2011

Jumlah halaman           : 270 Halaman

10762435

 

Di usianya yang masih muda (39 tahun) Abdul aziz Athorifi termasuk seorang penulis produktif, buku mental liberal ini diterbitkan ketika ia berumur 36 tahun, tentu buku ini bukan buku pertama yang ia tulis, tercatat ketika buku ini keluar , ia adalah buku ke 16 dari karya karyanya yang lainnya dari berbagai macam bidang seperti akidah, hadist, fiqh, dan juga tidak lupa pemikiran modern, sangat terlihat di dalam buku yang ke 16 ini ia menjabarkan alur pemikiran liberal dengan mengalir, menikmati penjabarannya sampai membuat kita tidak terpaksa membaca buku ini sampai habis. Ini tidak mengherankan karena selain ia penulis, ia juga sangat mendalami pemikiran liberal yang mulai merongrong di negara Saudi Arabia dengan keikutsertaannya dalam acara televisi yang membahas tentang pemikiran kontemporer yaitu “شرعة و منهاج” sebagai pembicara tetap, juga mempunyai kajian masjid rutin tentang liberal dengan tema “tafsir Al-quraan yang sering diselewengkan kaum liberal”.

Secara garis besar, buku ini berbicara tentang tabiat jiwa seseorang dalam berinteraksi dengan pemikiran pemikiran, kemudian sebab sebab yang dapat menghalangi akal untuk menyimpulkan kenyataan yang benar, lalu perjalanan panjang terbentuknya faham liberal, dan yang terakhir pokok pokok pemikiran yang dijadikan sandaran kaum liberal.

Athorifi memulai bukunya dengan menyatakan bahwa wahyu sudah menjelaskan bahayanya penyakit terburu buru menghukumi sesuatu, sikap ujub dan congkak terhadap Akal sehat. Kesalahan akal dalam menilai karena rusak input, alat ukur juga faktor faktor yang lainnya. Apabila Akal selamat dari penyakit penyakit tersebut maka itu adalah karunia Allah yang tidak bisa ditandingi sesuatupun.

Penulis buku tersebut menjanjikan bahwa buku ini ditulis tanpa memaksakan, ia akan membuat jalan yang mudah untuk difahami dan itu sudah menjadi kewajiban penulis, sedangkan bagi pembaca tinggal memilih untuk terus berjalan atau meninggalkan jalan itu dengan berbagai alasan klasik.

Penulis menjelaskan tentang kekuatan akal, dan kelemahannya, akal bisa disesatkan, bisa ditipu, dan bisa terbius hawa nafsu, dengan mengalir sang penulis menyisipkan ayat ayat Al-Quraan tentang contoh kesalahan yang berulang ulang pada akal, agar kita tidak semata mata bersandar pada akal semata, lain halnya dengan liberal. Menurut penulis, pemikiran liberal yang dimulai hanya dengan akal diakhiri dengan akal pasti akan terkena kesalahan kesalahan fatal ketika ia dalam proses berfikir, tanpa ia mau untuk menyadari, karena pemahaman liberal sama sekali tidak mempunyai perhatian dengan ikatan bathin, hanya percaya sesuatu yang tampak.

Sedangkan pemikiran Liberal sendiri berdiri dengan sebuah kepercayaan bahwasanya setiap orang berhak untuk memilih bagi dirinya sendiri apa yang ia inginkan baik itu dien, tata krama, pemikiran, pendapat, juga perbuatan apapun itu walaupun itu menyimpang dari tabiat manusia, walaupun yang lain menyelisihinya, setiap dalam hak yang sama untuk menerima keberadaan orang lain yang berbeda.

Dari konsep di atas tadi, Athorifi mulai mengupas satu persatu dari pernyataan tersebut, baik dari latarbelakang apa yang menyebabkan pemikiran liberal timbul?, apa sebab masih eksisnya pemikiran liberal hingga saat ini?, apa dampak dari pemberian kebebasan secara muthlak?, di batas mana syariat menghargai kebebasan? Dan sang penulis juga menjelaskan hubungan fitrah dan syahwat dan hubungannya baik buruknya untuk akal, juga menjabarkan pokok pemikiran liberal.

Penulis berpendapat nama yang pas untuk para kaum liberal adalah “assudawiah” meminjam istilah al-quraan

 

Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja? (QS:Al-Qiyamah 36)

Karena para ahli tafsir mengatakan bahwa kata “السدي” adalah bebas tanpa diperintah dan tanpa dilarang, sebagaimana yang penulis kutip dari pendapat Imam Syafii, dan istilah ini sangat pas bagi para liberal yang ingin kebebasan mutlak tanpa ada ikatan apapun dari sang Kholiq.

Adapun latar belakang muculnya liberalisme, Athorifi menjelaskan panjang lebar hingga menghabiskan 32 halaman, secara umum ia menjelaskan liberalisme dan Marksime lahir dari satu rahim yaitu sekularisme, dan sekularisme paham yang menjauhkan sesuatu yang bernafaskan agama dalam urusan dunia, kemudian Athorifi mulai menjabarkan asal mula faham tersebut. Dimana dalam sistem keKristenan disana ada dua  istilah yang pertama adalah  “كهنوت”  rijaluddin mereka adalah sebagian kecil dari pemeluk Kristen yang ada, namun menganggap dan harus dianggap sebagai orang yang mempunyai hubungan langsung dengan tuhan juga penyambung bagi orang orang awam, konsekwensi dari ini semua mengharuskan orang selain mereka terikat dari segala lini, baik dari pernikahan, pernyataan dosa, penguburan ketika kematian, semua tidak sah kecuali disana ada campur tangan dari rijaluddin.

Kemudian yang kedua adalah orang orang awam, yaitu orang selain rijaluddin, terlepas dari orang tersebut kaya, miskin, pintar, bodoh, semua dimasukkan dalam golongan kedua, jadi sejak awal sistem keKristenan di Barat, sudah menjadi lahan subur bagi sekularisme, setidaknya untuk golongan awam menyimpan dendam kepada mereka yang selalu mengaitkan sesuatu dengan agama.

Di sela sela penjelasannya tentang kebobrokan sistem Kristen (yang notebane nya adalah agama yang sudah diselewengkan), Athorifi memaparkan keistimewaan Islam jernih dan jauh dari penyelewangan, seseorang boleh menikah jika  dihadiri oleh wali dan saksi (tidak perlu harus orang yang istimewa seperti dalam ajaran Kristen), seseorang boleh beribadah di masjid manapun, dikubur oleh siapapun, bertaubatpun semua orang muslim berhak langsung meminta ampun kepada Allah tanpa perantara siapapun.

Kemudian ia mulai menjelaskan perpecahan agama Kristen lebih dalam, menurutnya Kristen sempat terbagi menjadi 3 kelompok besar Ortodox, Katolik, dan Arius. Adapun arius masih mengandung ajaran ajaran yang lurus, namun pada akhirnya kelompok ini hilang dan yang tersisa dari ajaran Kristen baik Ortodox maupun katolik  yang keduanya sangat jauh dari apa yang diajarkan oleh Isa Al-masih dan tidak terlepas dari kemusrikan, disaat inilah banyak kedholiman dan kejahatan yang di buat oleh rijaluddin selalu dinisbatkan ke agama, dan ini membuat dendam para kalangan rijalul fikr yang ingin melakukan pembaharuan terhadap agama Kristen, maka muncullah Kristen Protestan yang banyak melakukan reformasi terhadap gereja dan membuat injil tidak hanya di miliki oleh para pendeta, sampai sampai Athorifi beranggapan bahwa martin luther mempunyai cara alur berpikir yang benar di satu sisi yaitu  pembebasan akal dari khurafat, namun meninggalkan sisi lainnya yaitu penegakkan hukum yang ada di kitab mereka dan ketidak berimanan kepada Nabi muhammad. Pergolakan di agama Kristen terus berlanjut, hingga datangnya Jean Jacques Rousseau dan Voltaire membuat perubahan besar besaran dalam sistem mulai dari Prancis dan akhirnya menyebar di Eropa, dan mulai menuhankan akal dan kebebasan, disinilah Barat mulai berlebihan dalam menilai akal dan kebebasan hingga dampaknya munculnya liberalisme yang sangat akut, dalam penjelasannya yang panjang lebar penulis juga banyak mengutip ayat Al-Quraan yang berhubungan dengan keadaan ahlul kitab, yang membuat para pembaca benar benar merasakan keadaan miris yang menimpa agama agama di umat terdahulu.

Setelah menjelaskan sejarah tentang penulis juga menyinggung liberal yang mulai menjangkiti negeri Arab, dan menyebutnya sebagai liberal yang pincang, karena liberal Arab tidak ingin dianggap memerangi agama Islam, namun selalu memaksakan pemikirannya diterima di kalangan Arab dengan berbagai macam cara. para liberal Arab ingin mencoba menggabungkan antara agama dan liberalisme, menurut Athorifi ini mudah saja dilakukan oleh agama yang sudah melenceng, tapi tidak bagi agama yang dijamin di jaga oleh Robb nya, karena disana ada ulama robbani yang selalu menangkal segala usaha penyelewangan, berdasarkan sabda Nabi

يحمل هذا العلم من كل خلف عدوله ينفون عنه تحريف الغالين وتأويل الجاهلين وانتحال المبطلين قال فسبيل العلم ان يحمل عمن هذه سبيله ووصفه

Ilmu (agama) ini akan dibawa oleh orang-orang terpercaya dari setiap generasi. Mereka akan meluruskan penyimpangan orang-orang yang melampaui batas, ta’wil orang-orang jahil, dan pemalsuan orang-orang bathil.

Sang penulis juga menjelaskan bahwa benih benih sikap kebebasan yang kebablasan sudah ada sejak zaman kaum yg didakwahkan para Nabi terdahulu, seperti kaum luth yang meminta kebebasan dalam orentasi seksualnya, kaum syuaib yang menyuruh Nabinya tidak ikut campur dalam masalah urusan perdagangan mereka, hingga kaum quraisy yang mengajukan kepada Nabi muhammad untuk mencoba coba dalam urusan memilih Tuhan mereka.

Penulis juga menjelaskan sebab keeksisan pemikiran liberal hingga sekarang, bukan dikarenakan kebenaran yang ada dalam pemikiran tersebut, tetapi lebih kepada kuatnya promosi pemikiran ini di segala lini, seseorang setiap harinya secara tidak sadar dicekoki oleh pemikiran ini, yang dibantu oleh hampir seluruh media yang ada, kemudian eksisnya pemikiran liberal juga sangat didukung dengan tidak maunya liberalisme dibenturkan dengan pemikiran yang lain. karena dasar mereka adalah kebebasan orang berhak memilih keyakinannya walaupun berbeda dengan apa yang masyarakat yakini, tidak ada benturan pemikiran inilah yang membuat liberalisme tetap eksis.

Pada dasarnya menurut penulis pemikiran liberal itu terlihat seperti tanpa kaidah yang tetap, maka seseorang bisa mendapatkan liberal mesir berbeda pemikirannya dengan liberal Syiria dan begitu seterusnya, namun sebetulnya di dalam liberalisme mereka Mempunyai garis garis besar yang seluruh kaum liberal satu barisan dalam pokok pokok pemikiran tersebut.

Pokok-Pokok Liberal

  1. Analisa Materi Mutlak
  2. Kebebasan
  3. Kesetaraan
  4. Egoisme

Yang menarik dari penulis adalah ketika menyebutkan pokok pemikiran tersebut, ia berpendapat bahwasanya pada dasarnya pemikiran ini adalah fitrah dan insting seorang manusia, akan tetapi kesemuanya itu harus tetap dibawah Syariat yang mengatur, agar tidak terjadinya keguncangan dan ketidakstabilan, dalam pembahasan ini sang penulis sama sekali tidak menafikan pemikiran tersebut sejalan dengan insting manusia akan tetapi yang dikritik oleh penulis penggunan berlebihan dari insting tersebut, membiarkannya liar dan tidak diatur dan menyebabkan ia berani berbuat nakal terhadap wahyu hingga melakukan penentangan terhadap penciptanya juga kepada syariat-syariat yang dibuatnya .

Di awal pembicaraan nya masalah analisa materi, Athorifi mengatakan analisa materi memang termasuk cara berfikir yang benar, jika ditempatkan pada porsi yang benar, ia memberi contoh bahwa indra pengecap (lidah) dalam menganalisa suatu rasa manis pahit dan asin mempunyai tingkatan yang berbeda disetiap bagian lidah tersebut, ada juga mereka yang sama sekali ditidak bisa merasakan rasa makanan, namun seseorang tidak bisa mengatakan mengatakan rasa pahit itu tidak ada karena hanya sekedar ia tidak bisa merasakannya, tetapi ia harus menyerahkan kepada mereka yang mengetahui rasa tersebut. begitu juga seharusnya akal kita bersikap terhadap sesuatu yang ghaib.

Lebih lanjut penulis mengatakan lebih mengedepankan analisa materi dari pada syariat adalah strategi pertama iblis dalam merayu adam dan hawa

Syaitan berkata, “Tuhan kamu tidak melarangmu dari mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang yang kekal (dalam syurga)”. Dan dia (syaitan) bersumpah kepada keduanya,”Sesungguhnya saya adalah termasuk orang yang memberi nasihat kepada kamu berdua,

Iblis seolah-olah menjadi penasihat Adam dan berusaha membenturkan sesuatu yang materi jelas di depan mata (menjadi malaikat dan abadi) dengan hikmah dari larangan Allah dalam menjauhi pohon tersebut. Pembenturan hasil materi dengan syariat sering dijadikan kaum liberal senjata untuk menyerang agama.

Penulis juga berpendapat dalam sebuah analisa materi sejatinya masih bisa tertipu, bisa disesatkan sebagaimana orang yang biasa hidup ditempat sangat dingin, ia akan merasa kepanasan jika tiba tiba hidup ditempat yang cuacanya sedang, begitu juga jika seseorang terbiasa hidup dikalangan yang mengaggap bugil adalah sebuah kewajaran, ia akan memvonis orang yang berjilbab adalah sesuatu yang ekstrim, dan banyak contoh contoh menarik lainnya yang disajikan oleh thorifi di buku ini. penulis juga mengatakan seandainya saja semua problem bisa diselesaikan dengan analisa materi maka tidak ada hikmahnya lagi Allah menurunkan para rosulnya, tugas rosul sejatinya membawa manusia menuju jalan yang lebih baik.

Sebuah pemikiran ini menurut penulis juga  menyebabkan seseorang berani menganggap tidak adanya qothiyatu dilalah dalam syariat Islam, menyepelekan ijma, dan akan selalu berusaha menghilangkan kesucian syariat dengan anggapan setiap orang bisa menganalisa nash nash alquraan sesuai dengan zamannya.

Kemudian penulis menjelaskan pokok pemikiran selanjutnya yaitu kebebasan, kebebasan yang digaungkan oleh liberal adalah kebebasan tanpa batasan ini yang dikoreksi oleh penulis. Pada dasarnya Islam tidak menghilangkan nilai kebebasan kebebasan adalah sebuah fitrah, dien ini membuat kebebasan itu menjadi teratur agar tidak menjadi kebebasan yang mengganggu. kalau seandainya seseorang mau membandingkan dari sesuatu yang dilarang oleh syariat dengan sesuatu yang dibolehkan, maka ia akan mendapatkan nisbah sesuatu yang dilarang sangatlah sedikit.

Athorifi menjelaskan bahwa kebebasan mutlak banyak berdampak buruk dalam peradaban Barat, seorang ayah tidak boleh mendikte anaknya dengan alasan kebebasan, seseorang yang meninggal tidak perlu mewariskan hartanya kepada keluarganya juga berdalil karena sang mayyit bebas melakukan apapun terhadap hartanya, sampai hilang ruh ikatan kekeluargaan yang ada di Barat sekarang.

Menurut penulis pemikir liberal selalu menyibukkan dirinya dalam mengkritik larangan larangan agama yang sedikit dari pada melihat keleluasaan yang diberikan syariat kepada dia, dan hak hak yang dianugrahi Allah kepadanya, sehingga selalu berfikir negatif terhadap agama dan selalu mengaggap penghalang baginya.

Padahal pada dasarnya tidak ada sebuah aturan dari semua sistem dunia kecuali disana ada larangan larangan yang sama sekali tidak boleh disentuh oleh warganya, demi terciptanya situasi yang kondusif, maka Islam sebagai agama yang terjaga sangatlah wajar jika memberi aturan agar kebebasan itu tidak menjadi kebablasan.

Dalam pembahasan persamaan, sejajar, penulis kembali mengatakan bahwa ingin kesejajaran adalah sesuatu yang fitrah bahkan seseorang ingin selalu meminta lebih dalam masalah haknya, dan meminta dikurangi dari kewajibanya. Islam mengatur sesejaran sedemikian rupa agar tidak merusak tatanan fitrah yang benar, karena melakukan persamaan dalam segala hal adalah sesuatu yang menyelisihi fitrah, Islam sangat memperhatikan ini, dalam hal warisan jatah wanita sejajar dengan wanita yang lainnya karena ia mempunyai hak dan kewajiban yang sejajar juga, begitu pula laki laki, ia mempunyai hak dan kewajiban yang sama karena ia seorang laki laki, disisi lain Islam menjaga fitroh membedakan sesuatu yang memang berbeda karena menyama ratakan di dalam beberapa hal malah akan menumbulkan permasalahan baru, maka seorang yang lebih kecil umurnya dianjurkan memberi salam lebih dahulu kepada yang lebih tua, yang sedikit kepada yang banyak, kemudian Athorifi juga mengatakan bahwa sikap membedakan yang memang beda sudah ada sejak dahulu, sebagaimana afalaton filosof yunan menjadikan perbedaan dalam hukuman dan kebijakan terhadap warga negara asli yunani dengan budak juga orang asing.

Pemikir liberal timur tengah selalu mengkritik masalah persamaan waris terhadap anak laki laki dan perempuan. Padahal merekapun sama sekali tidak pernah meyakini bahwa harta waris itu harus dibagi kepada keluarganya, karena yang berhak sepenuhnya menurut kaum liberal adalah orang yang meninggal tersebut.

Buku ini menjadikan kita sadar sikap terburu buru seseorang baik liberal ataupun lainnya, dalam menghukumi sesuatu dan terlalu cepat mengkritik syariat allah adalah sumber kesalahan yang sering terjadi. Padahal Allah Sang Pencipta lebih mengetahui apa yang lebih baik untuk hambanya.

Kelebihan Buku Ini

  1. Sang penulis diberi kelebihan dalam menjadikan pembaca terasa mengalir mengikuti jalan fikir penulis, jauh dari rasa bosan, juga bukan dengan bahasa yang menggebu gebu penuh emosi, tetapi dalam mematahkan syubhat syubhat liberal lebih kepada pemakaian logika dan akal sehat yang di dukung oleh wahyu juga atsar salafusholih.
  2. Banyaknya penggunaan permisalan yang nyata dalam setiap banyak problem problem yang dijabarkan oleh penulis, membuat para pembaca merasakan masalah dan solusi problem benar benar dekat.
  3. Ketepatan dan kejelian dalam beristidilal , baik dengan ayat Al-quraan maupun dengan hadist-hadist Nabi, yang kita tidak dapati dalam buku pemikiran Islam yang lain.
  4. Pemakaian tafsir Al-Quraan yang otoritatif yang kebanyakan mengambil dari tafsir athobari, menjadikan kita lebih dekat dengan para generasi terbaik ummat ini. Begitu juga banyaknya pemakaian hadist Nabi dalam buku ini, karena memang sang penulis sendiri jauh sebelum menulis buku ini sudah dijuluki “al Muhadist AsSyaab” (Ahli hadist yang masih muda).

Kekurangan Buku Ini

Penulis tidak banyak menyebut sumber ketika menjabarkan masalah yang berhubungan dengan liberalisme, baik itu tentang statement-statement yang dianggap penulis rancu dan kemudian ia bantah, ataupun itu tentang sejarah panjang liberal yang sudah seharusnya diberi catatan kaki agar para pembaca lebih merasa yakin dengan yang ia sedang baca. Di dalam bukunya setebal 270 halaman ini, setidaknya Athorifi hanya menyebutkan buku  “Pokok Pokok Politik Liberal” karya Jon Stewart Mel, buku “Pemikiran Arab Dalam Zaman Kebangkitan” karya Albert Hauroni, adapun dalam menukil ide filsafat terdahulu Ia banyak mengambil dari kitab تحقيق ما للهند من مقولة معقولة في العقل أم مرذولة karya filosof muslim Al-biruni (wafat tahun 1046 masehi).

Yang ditakutkan dari kekurangan ini adalah sang penulis bisa saja dituduh menisbatkan pemikiran kepada liberalisme, padahal kaum liberal sendiri berlepas diri dari pemikiran tersebut, atau para kaum liberal akan mengatakan “pemikiran dan alasan kami tidak segampang yang anda gambarkan di buku anda”.

Sedangkan bagi saya sendiri menganggap kekurangan tersebut tidak terlalu berpengaruh dalam bagusnya penulisan buku ini, karena di awal bukunya sang penulis sudah mengatakan “Tidaklah saya meninggalkan sesuatu dalam penulisan yang ada di buku ini kecuali saya ingin memutus ketamakan jiwa dan hawa nafsu, walaupun selain saya akan berpendapat bahwa dengan menulisnya akan lebih berguna”.

Resensi Buku : Muslimlah Daripada Liberal

 

1681-500x500

Buku ini adalah sebuah catatan perjalanan Dr.Adian Husaini selama 22 hari di Inggris, sebagaimana yang diketahui negeri Inggris adalah negeri yang subur dengan pemikiran liberal, sang penulis yang juga mempunyai latar belakang wartawan sangat lihai memaparkan apa yang ia lihat di negeri tersebut, tentu dengan kacamata seorang muslim, dikarenakan kelihaiannya dalam merekam informasi, tidak heran buku ditulis dengan sangat singkat, sang penulis menyelesaikan penulisan buku ini hanya lima hari setelah kepulangannya dari Inggris.

Sebetulnya buku catatan perjalanan bukan hal yang baru dalam peradaban Islam, Ibnu Bathutah (wafat tahun 1377 masehi) menulis kisah perjalananya dari maroko, mesir, hijaz, iraq, India, hingga pulau Jawa, beliau mengabadikan apa yang ia lihat, baik itu raja negeri tersebut, peradaban ataupun hewan hewan yang ada di sana dalam bukunya setebal lima jilid, begitu juga Ibnu Kholdun(wafat tahun 1400 masehi) menulis “auto biografi”nya dengan judul “[1]الرحلة” menceritakan perjalanan hidupnya yang berpindah pindah dalam tiga ratus halaman, di zaman modern ini ada Syekh Taqiyuddin Al-Hilali(wafat tahun 1987 masehi) yang menulis tentang perjalanannya menuju kutub utara dan menamai bukunya dengan judul”AsSyamsu Fi Nisfhil Lail[2]“, dan sekarang kitab DR. Adian ini muncul di tengah tengah para pembaca, bukan sekedar menambah khazanah kitab dalam tema yang berhubungan dalam masalah ini, akan tetapi juga menjadi penerang dalam bagaimana cara seorang muslim memandang “keajaiban dunia” dalam setiap perjalanan hidupnya.

Kota Yang Dikunjungi

 

Dalam bukunya disebutkan, penulis berkunjung ke berbagai kota seperti London, Nottingham, Birmingham, Manchester, Liecester, Sheffield, Oxford, Newcastle, Bristol, Juga Edinburg. Tentu ini prestasi tersendiri bagi penulis, yang mana perjalanannya di Inggris bisa dikatakan cukup singkat hanya dua puluh dua hari, di samping itu hampir di setiap kunjungannya ke kota-kota tersebut, jika terdapat komunitas Indonesia ,sang penulis mengisi acara pengajian baik itu dalam skala kecil kecilan ataupun sedang, dan tidak lupa di setiap kunjungannya ke kota sang penulis hampir selalu menyempatkan berkunjung ke toko buku, baik itu toko buku yang menjual buku baru ataupun toko buku bekas, nampaknya sang penulis condong dengan pendapat “Selama buku itu belum dibaca berarti buku itu adalah baru”.

Penulis juga menceritakan keindahan kota kota yang ada di Inggris, sikap professional pemerintahnya dalam melestarikan bangunan kuno, juga memadukankan dengan bangunan modern, juga keteraturan lalu lintas, dan penulis mengatakan mencontoh hal-hal yang positif seperti ini sangat boleh untuk ditiru oleh muslim, mungkin beliau mengintisarikan pendapatnya dari hadist :

الْحِكْمَةُ ضَالَّةُ الْمُؤْمِنِ، حَيْثُمَا وَجَدَ الْمُؤْمِنُ ضَالَّتَهُ فَلْيَجْمَعْهَا إِلَيْهِ

Kebijaksanaan adalah seperti barang kehilangan milik orang mukmin, dimanapun seorang mukmin itu mendapatkannya maka kumpulkanlah.

Orang Indonesia Di Inggris

 

Di dalam catatan perjalanan ini akan anda jumpai kisah-kisah muslim Indonesia yang patut diacungi jempol, mulai dari banyaknya mahasiswa S-3 di Univesitas-universitas terkenal Inggris, perjuangan mereka mendapat beasiswa, atau mereka yang kuliah di sana, tanpa beasiswa tapi mengcover semua biaya kebutuhan dengan kerja part time, anda akan mendapatkan sebagian warga Indonesia yang sudah menjadi dosen di negeri tersebut, pedagang sukses, juga para alumni IPTN yang sekarang bekerja untuk pembuatan pesawat terbang di Eropa. Dari sini bisa disadari bahwa manusia Indonesia punya daya saing dengan bangsa Barat, dan kita juga bisa melihat beratnya tantangan para perantau tersebut untuk menjaga keutuhan dien yang mereka peluk, sebagaimana hadist nabi

يأتي على الناس زمان الصابر فيهم على دينه كالقابض على الجمر

“Akan datang suatu zaman kepada manusia, seseorang yang sabar di atas diennya, seperti orang yang memegang bara api” -HR Tirmizi-

Bertemu Orang Hebat

 

“Berpetualanglah maka kau akan bertemu orang pengganti dari orang yang kau tinggalkan.” Pepatah arab yang saya kira si penulis merasakan betul arti tersebut, dalam perjalanannya di Inggris beliau bertemu Prof Salim TS Al-Hassani yang terkenal dengan bukunya, 1001 Inventions: Muslim Heritage In Our World, DR.Adian juga sempat melihat pameran sains Islam yang bertajuk”1001 Penemuan, Temukan Warisan Muslim Di Dunia kita, Mengungkap 1000 tahun Sains dan Teknologi”, setelah melihat pameran tersebut, sampai DR.Adian mengharap agar pameran ini bisa diadakan di Indonesia yang mayoritasnya adalah muslim.

Selain itu beliau bertemu dengan DR.SE. Aldjazairi. Sejarawan yang tertarik dengan sejarah Islam, dan mengharap adanya kerjasama dan tindak lanjut dari pembicaraan mereka di perpustakaan sejarawan tersebut, tidak dilupakan pula selama perjalanannya di Inggris DR.Adian biasa ditemani oleh para mahasiswa Indonesia S-3 dari berbagai macam bidang yang tentu beliau mempunyai kesan tersendiri.

 

Pengajian Dan Pertanyaan

 

Selama dalam perjalanan DR Adian hampir selalu menyempatkan untuk memberi pengajian bersama komunitas Muslim Indonesia yang berada disana, dalam pengajiannya beliau “berduet” dengan teman seperjalananya yaitu DR.Fahmi Zarkasyi, dengan berbagai macam tema yang relevan dengan keadaan para pendengar, salah satu yang tema pengajian yang menarik adalah pentingnya seorang muslim akan adanya Hari perhitungan (yaumul hisab), seorang muslim tidak akan haus jabatan, karena jabatan itu nantinya akan ditanya di akhirat kelak, Seorang istri akan menyuruh suaminya berpoligami, karena akan meringankan hitungan hari tanggung jawab sang istri dalam merawat suami, begitu juga sebaliknya sang suami akan berpikir ulang untuk poligami, karena itu akan menambah tanggung jawab dan beban di Akhirat.

Dalam sesi pertanyaan banyak pertanyaan yang amat berkualitas, mungkin dikarenakan para hadirinnya adalah orang berpendidikan, salah satu yang menarik dari pertanyaan para hadirin adalah masalah demokrasi , beliau menjawab panjang lebar masalah ini, mulai dari perbedaan antara demokrasi dan Syura, pembahasan ulama terdahulu dalam masalah ini, perjuangan sebagian ulama dalam “mengIslamkan” demokrasi, menghomati ijtihad dan berhati-hati dalam mengkafirkan seseorang.

Yang Menarik Dari Catatan Perjalanan Ini

 

Sang penulis berusaha selalu menampilkan bagaimana Islam memandang dunia ini, mulai dari lebih memilih tidak solat di bandara walaupun disediakan tempat beribadah bersama untuk seluruh agama, selalu menyebutkan “Alhamdulillah” ketika bisa tidur pulas karena tidur adalah nikmat, berusaha menyelipkan pembahasan serius masalah Akidah, Theologi, Bahaya Liberal, juga kerapuhan pemikiran selain Islam, dan masih banyak lagi sampai kadang membuat kita berkata dalam hati “oh iya juga yah, harusnya beginilah sikap muslim”.

            walhasil buku ini cukup menarik untuk dibaca, bukan hanya sekedar catatan perjalanan biasa tapi insya Allah membuat anda semakin bersyukur bahwa anda memeluk dien Islam, nampaknya buku ini juga perlu dibaca bagi mereka yang sekedar ingin tahu sekilas keadaan Inggris.

[1] sebuah perjalanan

[2] matahari di tengah malam