Category Archives: Uncategorized

Program Pendidikan di Zaman Rosulullah

Prolog

Ada yang menarik di balik cerita  Islamnya Umar bin Khottob, pada saat itu Umar ingin melabrak saudarinya sediri karena diduga saudarinya masuk Islam dan meninggalkan agama nenek moyangnya. Maka umar medapati saudarinya sedang mengajari keluarganya Al-quraan. Bukan cerita Umar bin Khottob yang akan dibahas lebih mendalam, akan tetapi lebih ingin menfokuskan cerita bahwasanya walaupun di awal dakwah nabi masih sembunyi sembunyi, akan tetapi program pendidikan islam sudah ada pada saat itu, sudah ada sejak dimulainya turun wahyu, dan menjadikan rumah arqom menjadi tempat pendidikan islam bagi para sahabat dan ini tidak mengherankan karena awal wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad adalah iqro !! bacalah!! Ayat yang penuh dengan nilai pendidikan.

Di zaman jahiliah, hanya pendidikan islamlah yang betul betul sukses  mengubah secara mendasar bagi orang yang memeluknya menjadi pribadi yang baik disegala sisi, sangat bertolak belakang dengan orang kafir quraisy pada saat itu yang suka berbuat syirik, membunuh,  berzina,  memakan bangkai dan keburukan keburukan lainnya. Dan kesuksesan pendidikan islam tersebut sebetulnya bisa diaplikasikan di zaman sekarang apabila,  kita memperaktekan konsep pendidikan bedasarkan apa apa yang sesuai tuntunan rosul dan salaf sholih.

Salah satu yang bisa dijadikan acuan dalam konsep pendidikan di zaman sekarang adalah strategi pendidikan yang dilakukan di zaman Nabi Muhammad shollaAllahu ‘alaihi wa sallam, berikut beberapa contoh dan karakteristik program pendidikan di zaman Rasulullah shollaAllahu ‘alaihi wa sallam

A.Kajian Rutin Bertahap Beserta Pratek

عن عثمان بن عفان، وعبد الله بن مسعود رضي الله عنهما وغيرهما: كَانُوا يَقْتَرِئُونَ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشْرَ آيَاتٍ ، فَلَا يَأْخُذُونَ فِي الْعَشْرِ الْأُخْرَى حَتَّى يَعْلَمُوا مَا فِي هَذِهِ مِنَ الْعِلْمِ وَالْعَمَلِ، قَالُوا: فَعَلِمْنَا الْعِلْمَ وَالْعَمَلَ

“Adalah para sahabat apabila belajar dari nabi sepuluh ayat , merekah tidak melampaui sepuluh ayat itu sampai mempelajari apa yang ada di dalamnya dari ilmu dan amal, para sahabat mengatakan maka kami mempelajari Al-Quraan dan juga mengamalkannya secara bersama sama”-HR Ahmad no 23482, Darqutni dan Thobari no 82

Makna umum dari hadist diatas :

Program pendidikan di zaman nabi kebanyakan Adalah dengan kajian rutin yang diadakan oleh Nabi Muhammad, dan dilakukan secara sedikit demi sedikit agar dapat difahami oleh peserta didik secara menyeluruh juga merekapun diarahkan untuk mengamalkan ilmu yang sudah mereka pelajari agar ilmu tersebut betul betul mengakar pada diri peserta didik.

Kajian rutin yang bertahap adalah program pendidikan yang sangat sesuai dengan jiwa manusia secara umum. Manusiapun diciptakan secara bertahap, ditambah lagi Ilmu adalah sesuatu yang luas dan berat[1], sedangkan manusia bukan robot yang kaku dan tidak mempunyai hati, manusia selalu berkembang sejalan dengan perkembangan apa yang ia amalkan dengan anggota badan, juga yang ia fikirkan dengan akal dan hatinya. Konsep bertahap dalam pembelajaran membuat jiwa seorang anak didik menjadi kuat Allah subhana wata’ala berfirman :

{وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذَلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيلًا} (الفرقان ـ 32)

“Dan orang orang kafir berkata seandainya Al-Quraan diturunkan secara sekaligus, yang seperti itu (diturunkan secara sedikit demi sedikit) adalah untuk menguatkan hatimu” (QS:Al-furqon 32)

Apabila anak didik menjalani program ini ia akan menerima ilmu dengan kemantapan hati, sabar akan terbiasa selalu siap menerima sesuatu yang baru, tidak mudah putus asa.

Aisyah rodhiaAllahu anha berkata “Ayat yang banyak turun diawal awal kenabian adalah penyebutan tentang nikmat syurga dan ngerinya neraka, ketika orang orang sudah berkumpul dalam keislaman barulah turunlah ayat tentang halal dan haram, seandainya Ayat yang diturunkan pertama kali adalah “jangan lah kalian berzina , janganlah kalian minum khamr!!” maka orang orang pasti mengatakan “demi Allah, kami tidak akan meninggalkan zina dan minum khamr!.[2]

Ibnu Kholdhun menganggap program pendidikan ini adalah paling efektif, ia berkata “ketahuilah bahwa transfer pengetahuan baru akan bermanfaat apabila dilakukan secara bertahap,rutin dan sedikit demi sedikit…sambil memperhatikan kemampuan akalnya dalam menerima pelajaran tersebut.[3]

Waktu yang digunakan oleh Nabi dalam program ini biasanya adalah setelah subuh, sebagaimana yang disebutkan didalam kebanyakan riwayat, contohnya

عن العرباض بن سارية رضي الله عنه قال: صلى لنا رسول الله صلى الله عليه وسلم الصبح ذات يوم، ثم أقبل علينا فوعظنا موعظة بليغة، ذرفت منها العيون، ووجلت منها القلوب

“Dari ‘irbad bin sariah RA Ia berkata : suatu hari rosulullah mengimami kami solat subuh kemudian menghadap kepada kami dan memberi nasehat dengan nasihat yang mengena, membuat air mata mengalir dan hati bergetar” (HR.Ahmad no 17145 dan Abu daud no 4607)

عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم سأل أصحابه يوماً بعد صلاة الصبح فقال : (من أصبح منكم اليوم صائماً، قال أبو بكر رضي الله عنه: أنا، قال: فمن تبع منكم اليوم جنازة؟ قال أبو بكر: أنا، قال فمن أطعم منكم اليوم مسكيناً ؟ قال أبو بكر: أنا، قال: فمن عاد اليوم مريضاً ؟ قال أبو بكر رضي الله عنه: أنا، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ما اجتمعن في امرئ إلا دخل الجنة)

“Dari abu hurairah Bahwasanya rosulullah suatu hari setelah solat subuh bertanya kepada para sahabatnya “siapa yang pagi ini berpuasa? Abu bakar menjawab “saya” nabi bertanya lagi “siapa yang hari ini sudah menghadiri orang yang meninggal? Abu bakar menjawab “saya” Nabi bertanya “barangsiapa yang hari ini memberi makan orang miskin? Abu bakar kembali menjawab “saya” nabi kembali bertanya “barangsiapa yang hari ini sudah menjenguk orang sakit? Abu bakar menjawab “saya” lalu nabi bersabda “tidaklah sifat sifat itu berkumpul di dalam diri seseorang kecuali ia akan masuk syurga”(HR.Muslim no 1028)

Begitu juga nabi sering bertanya kepada para sahabatnya setiap subuh apakah diantara para sahabatnya ada yang bermimpi ketika semalam[4]. Ini menunjukan bahwa waktu subuh adalah waktu yang paling pas untuk melaksanakan program ini, dikarenakan masih segarnya jiwa anak didik, dan banyak hadist yang menunjukkan keutamaan keutamaan waktu subuh.

Karakteristik program ini adalah

  1. Dilakukan secara rutin, sedikit demi sedikit
  2. Memperhatikan kemampuan anak didik
  3. Mencakup segala kurikulum baik Al-quraan, akidah, akhlak, ibadah mahdhoh, muamalat, juga pengajaran dzikir dzikir
  4. Memerlukan masa pendidikan yang lama

Pelatihan Intesif

عن مَالِك بْنُ الحُوَيْرِثِ، قَالَ: أَتَيْنَا النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ شَبَبَةٌ مُتَقَارِبُونَ، فَأَقَمْنَا عِنْدَهُ عِشْرِينَ لَيْلَةً، وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَفِيقًا، فَلَمَّا ظَنَّ أَنَّا قَدِ اشْتَهَيْنَا أَهْلَنَا – أَوْ قَدِ اشْتَقْنَا – سَأَلَنَا عَمَّنْ تَرَكْنَا بَعْدَنَا فَأَخْبَرْنَاهُ، قَالَ: «ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ، فَأَقِيمُوا فِيهِمْ، وَعَلِّمُوهُمْ وَمُرُوهُمْ، – وَذَكَرَ أَشْيَاءَ أَحْفَظُهَا أَوْ لاَ أَحْفَظُهَا، – وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي، فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ، وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ[5]

“Dari malik bin Al huwairist dia berkata “Kami mendatangi Nabi ShallaAllahu ‘alaihi wa sallam , dan keadaan kami adalah pemuda sepantaran, maka kami tinggal bersama Nabi dua puluh malam, dan rosulullah shallaAllahu ‘alaihi wa sallam pribadi yang lemah lembut, maka ketika beliau mengira bahwa kami sudah menginginkan atau rindu keluarga, beliau bertanya orang yang kita tinggalkan, maka kami beritahu beliau, beliau bersabda “pulanglah kepada keluarga kalian dan tegakkanlah solat didalamnya, ajari mereka dan perintahkan mereka” kemudian nabi menyebutkan sesuatu yang saya ingat dan yang saya lupa, “solatlah kalian sebagaimana kalian melihat saya solat apabila telah dating waktu solat maka adzanlah salah satu diantara kalian dan jadilah imam yang paling tua diantara kalian-HR Bukhori No:7246-

Makna umum dari hadist ini:

Bahwasanya Nabi melakukan pelatihan instensif kepada  sekelompok sahabat yang berusia muda tentang segala hal yang berhubungan dengan solat, pelatihan itu dilaksanakan selama dua puluh hari, dalam pelatihan tersebut nabi sangat perhatian terhadap kemampuan dan keadaan peserta didik, ketika nabi melihat kosentrasi para peserta didik mulai terpecah disebabkan teringat keluarga yang mereka tinggal, nabi menutup pelatihan tersebut, juga memberi tugas kepada mereka untuk mengajarkan kepada orang lain apa yang telah mereka pelajari.

Strategi pendidikan yang ditawarkan oleh Nabi ini sangat bermanfaat bagi peserta didik, seorang peserta didik yang sudah melakukan pelatihan kemampuannya akan terus meningkat dengan cara terus menerus melatih peserta didik yang lainnya. Maka tidak heran Imam Mizzi mencatat bahwa ilmu Malik bin al huwairist -salah satu sahabat Nabi yang mengikuti pelatihan solat- yang diriwayatkan oleh imam Bukhori, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Nasaii kesemuanya berkaitan dengan Bab solat, tidak yang lain.[6]

Imam Syafii berkomentar bahwa para sahabat yang hadir selama dua puluh hari itu kemungkinan besar mempunyai kemampuan yang sejajar dalam pemahaman fiqh dan Al-Quraan[7].

Karakteristik program pelatihan intensif

  1. Kurikulum sudah ditentukan dan dibatasi pada bab tertentu.
  2. Peserta didik mempunyai kemampuan yang setara agar tidak ada yang merasa tertinggal dalam proses pendidikan
  3. Seorang pendidik dalam program ini harus betul betul mengetahui keadaan peserta didik, dan berperhatian lebih kepada mereka agar peserta didik terus konsentrasi dalam proses pendidikan hingga pelatihan itu selesai.

Setelah peserta didik melaksanakan program pendidikan, mereka ditugaskan untuk mempraktekan apa yang sudah ia pelajari.

Pelatihan Kilat

عن أبي زيد الأنصاري قال :صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةَ الصُّبْحِ ثُمَّ صَعِدَ الْمِنْبَرَ فَخَطَبَنَا حَتَّى حَضَرَتِ الظهر ثُمَّ نَزَلَ فَصَلَّى الْعَصْرَ ثُمَّ صَعِدَ الْمِنْبَرَ فَخَطَبَنَا حَتَّى غَابَتِ الشَّمْسُ فَحَدَّثَنَا بِمَا كَانَ وَمَا هُوَ كَائِنٌ فَأَعْلَمُنَا أَحْفَظُنا

“Dari abu zaid Al-Anshary berkata “ Rosulullah shallahu ‘alaihi wa sallam mengimami kami salat fajar, kemudian beliau menaiki mimbar ,lalu berceramah sampai dating waktu dhuhur, kemudian turun mimbar dan salat, lalu kembali naik mimbar  kemudian berceramah sampai matahari terbenam, maka Nabi telah mengabarkan kami tentang apa yang telah terjadi dan yang akan terjadi”(HR.Muslim No 2892)

Diriwayat yang lain

فأَخْبَرَنَا عَنْ بَدْءِ الْخَلْق حَتَّى دَخَلَ أهْلُ الجَنَّةِ مَنَازِلَهُمْ وأهْلُ النَّارِ مَنَازِلَهُم حَفِظَ ذَلِكَ مَنْ حَفَظَهُ ونَسِيَهُ مَنْ نَسِيَه”

“Maka nabi mengabarkan kepada kami dari permulaan penciptaan hingga masuknya penduduk syurga ke tempat tinggalnya, dan penduduk neraka ke tempat tinggalnya, yang hafalpun hafal, yang lupapun lupa”[8]

Makna Umum hadist ini:

Bahwasanya rasulullah melaksanakan pengajaran bagi seluruh sahabat nabi yang hadir di masjid, berisi tentang kejadian lampau sejak awal penciptaan hingga masuknya penduduk syurga ke syuga dan penduduk neraka ke neraka, proses pendidikan dilakukan secara terus menerus dan padat, setelah pelatihan ini selesai tingkat penyerapan ilmu yang dilakukan peserta didik berbeda beda, dan yang paling paham dalam program pendidikan ini nantinya adalah yang paling hafal dengan apa yang sudah disampaikan oleh Nabi pada pelatihan tersebut.

Karakteristik program pendidikan ini:

  1. Pendidik program pendidikan ini harus mempunyai kemampuan yang mumpuni, dikarenakan pelatihan ini dilaksanakan dengan waktu singkat dan padat materi
  2. Materi yang diajarkan padat begitu juga waktu yang diberikan untuk program ini
  3. Hasil peserta didik akan baru terlihat apabila peserta didik tersebut terus menerus mengulang pelajaran yang sudah diberikan.

D.Program Jarak Jauh

عَنْ عُمَرَ، قَالَ: كُنْتُ أَنَا وَجَارٌ لِي مِنَ الأَنْصَارِ فِي بَنِي أُمَيَّةَ بْنِ زَيْدٍ وَهِيَ مِنْ عَوَالِي المَدِينَةِ وَكُنَّا نَتَنَاوَبُ النُّزُولَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَنْزِلُ يَوْمًا وَأَنْزِلُ يَوْمًا، فَإِذَا نَزَلْتُ جِئْتُهُ بِخَبَرِ ذَلِكَ اليَوْمِ مِنَ الوَحْيِ وَغَيْرِهِ، وَإِذَا نَزَلَ فَعَلَ مِثْلَ ذَلِكَ، فَنَزَلَ صَاحِبِي الأَنْصَارِيُّ يَوْمَ نَوْبَتِهِ، فَضَرَبَ بَابِي ضَرْبًا شَدِيدًا، فَقَالَ: أَثَمَّ هُوَ؟ فَفَزِعْتُ فَخَرَجْتُ إِلَيْهِ، فَقَالَ: قَدْ حَدَثَ أَمْرٌ عَظِيمٌ. قَالَ: فَدَخَلْتُ عَلَى حَفْصَةَ فَإِذَا هِيَ تَبْكِي، فَقُلْتُ: طَلَّقَكُنَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ قَالَتْ: لاَ أَدْرِي، ثُمَّ دَخَلْتُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ وَأَنَا قَائِمٌ: أَطَلَّقْتَ نِسَاءَكَ؟ قَالَ: «لاَ» فَقُلْتُ: اللَّهُ أَكْبَر

Dari Umar rodhiaAllahu anhu ia berkata “dulu saya dan tetangga saya dari Anshor berada di Bani Umayyah bin Zaid yaitu di sisi atas kota Madinah, dan kami saling bergantian untuk turun menuju Rosulullah shallahu alaihi wa sallam, ia turun (ke rosulullah) satu hari dan saya satu hari, apabila saya turun, saya membawakannya kabar dihari itu baik itu wahyu ataupun yang lainnya, dan apabila ia turun, ia melakukan seperti yang saya lakukan, (suatu hari) turun tetanggaku anshor ke nabi disaat giliranya tiba, lalu mengetuk pintuku dengan keras, sambil berkata”apakah ada orang disana?” maka aku kaget dan keluar menemuinya. Lalu ia berkata “sungguh telah terjadi perkara yang besar, maka aku mendatangi hafsah ternyata ia sedang menangis lalu aku berkata” Apakah rosulullah menceraikan istri istrinya? Hafshah berkata “aku tidak tahu” maka saya mendatangi nabi dan bertanya apakah anda menceraikan istri istri anda? beliau menjawab “tidak” saya berkata “Allahu Akbar”[9]

Makna umum dari hadist ini:

Tidak semua para sahabat bisa selalu menghadiri program pendidikan rutin yang di adakan oleh Rasulullah, dan itu dikarenakan kesibukan masing masing sahabat dengan pekerjaan dan jauhnya jarak antara tempat pendidikan dengan rumah mereka. Namun para sahabat mempunyai strategi untuk mensiasati problem ini, yaitu dengan saling bergantian dalam mengambil ilmu kepada rosul bekerja sama dengan rekan dekatnya. Strategi ini cukup efektif bagi mereka yang mempunyai kesibukan. Imam Bukhori dalam Jami shohihnya juga memberi sebuah bab menarik untuk hadist ini, yaitu bab saling bergantian dalam menuntut ilmu[10]

Karakteristik dari program pendidikan ini

  1. Peserta didik mempunyai kesibukan sehingga tidak bisa menghadiri program pendidikan biasanya
  2. Program ini sangat diperlukan komponen pendukung, yang bisa menghubungkan peserta didik dengan pendidik
  3. Peserta didik dalam program ini diperlukan aktif, dan juga berusaha mencari info lebih valid kalau mendapati sesuatu yang tidak beres.

Khotimah

Banyak program pendidikan yang dilaksanan di zaman Nabi shallaAllahu alaihi wa sallam. Sedangkan yang umum dipakai oleh kebanyakan para sahabat ada kajian rutin yang disertai praktek,adapun program pendidikan yang lain juga mempunyai nilai nilai keunggulan tersendiri, sesuai dengan keadaan peserta didik, materi yang diajarkan juga keahlian pendidik, semua program pendidikan dizaman nabi saling melengkapi satu sama lain, sehingga memudahkan untuk para peserta didik dalam memperdalam kegiatan menuntut ilmunya.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Bukhori, Abu Abdillah.1422  H . Shohih Bukhori. Mesir: Dar Thuq Najah

Al-Mizzi, Abul Hajaj. 1983 M . Tuhfatul Asrof. Syuria: Maktabah Al-Islamy

AS-Syafii, Muhammad. Tt. Al-Umm. Beirut: Darul Makrifah

Ibnu kholdun. 1988 M. Tarikh ibn kholdun. Beirut: Darul Fikr

Ibn Hambal, Ahmad. Tt. Musnad Imam Ahmad. Beirut: Muasasah Risalah

Ibn Hajaj, Muslim. Tt. Shohih Muslim, Beirut: Muasasah Risalah

Abu daud. Tt. Sunan Abu Daud, Beirut: Muasasah Risalah

[1] Apabila meminjam istilah Al-quraan qoulan tsaqila (perkataan yang berbobot)

[2] Lihat Atsar yang diriwayatkan oleh Bukhori no.4993

[3] Muqodimah Ibn Khodun hlm.734

[4] Hadist yang panjang diriwayatkan oleh Bukhori no 1386

5 HR Bukhori no 7246

[6] Lihat thuhfatul asyrof imam mizzi Jilid 8 hal. 336

[7] Lihat Al-Umm jilid 1 hal 187

[8] HR.Bukhori secara ta’liq No.  3192

[9] HR.Bukhori no.89

[10] Lihat Shohih Bukhori Kitab Al-Ilmu bab ke 27

Resensi buku: Mental Liberal karya Abdul Aziz Athorifi

 

RESENSI BUKU

العقلية الليبرالية في رصف العقل و وصف النقل

MENTAL LIBERAL DALAM MENEMPATKAN AKAL DAN MENDESIKRIPSIKAN NAQL

 

Judul buku :    العقلية الليبرالية في رصف العقل و وصف النقل

Mental Liberal Dalam Menempatkan

Akal Dan Mendesikripsikan Naql

Penulis                         : Abdul Aziz Athorifi

Bahasa                        : Arab

Penerbit                       : Darul Minhaj Riyadh, Saudi

Arabia

Tahun terbit               : Cetakan ke IV tahun 2011

Jumlah halaman           : 270 Halaman

10762435

 

Di usianya yang masih muda (39 tahun) Abdul aziz Athorifi termasuk seorang penulis produktif, buku mental liberal ini diterbitkan ketika ia berumur 36 tahun, tentu buku ini bukan buku pertama yang ia tulis, tercatat ketika buku ini keluar , ia adalah buku ke 16 dari karya karyanya yang lainnya dari berbagai macam bidang seperti akidah, hadist, fiqh, dan juga tidak lupa pemikiran modern, sangat terlihat di dalam buku yang ke 16 ini ia menjabarkan alur pemikiran liberal dengan mengalir, menikmati penjabarannya sampai membuat kita tidak terpaksa membaca buku ini sampai habis. Ini tidak mengherankan karena selain ia penulis, ia juga sangat mendalami pemikiran liberal yang mulai merongrong di negara Saudi Arabia dengan keikutsertaannya dalam acara televisi yang membahas tentang pemikiran kontemporer yaitu “شرعة و منهاج” sebagai pembicara tetap, juga mempunyai kajian masjid rutin tentang liberal dengan tema “tafsir Al-quraan yang sering diselewengkan kaum liberal”.

Secara garis besar, buku ini berbicara tentang tabiat jiwa seseorang dalam berinteraksi dengan pemikiran pemikiran, kemudian sebab sebab yang dapat menghalangi akal untuk menyimpulkan kenyataan yang benar, lalu perjalanan panjang terbentuknya faham liberal, dan yang terakhir pokok pokok pemikiran yang dijadikan sandaran kaum liberal.

Athorifi memulai bukunya dengan menyatakan bahwa wahyu sudah menjelaskan bahayanya penyakit terburu buru menghukumi sesuatu, sikap ujub dan congkak terhadap Akal sehat. Kesalahan akal dalam menilai karena rusak input, alat ukur juga faktor faktor yang lainnya. Apabila Akal selamat dari penyakit penyakit tersebut maka itu adalah karunia Allah yang tidak bisa ditandingi sesuatupun.

Penulis buku tersebut menjanjikan bahwa buku ini ditulis tanpa memaksakan, ia akan membuat jalan yang mudah untuk difahami dan itu sudah menjadi kewajiban penulis, sedangkan bagi pembaca tinggal memilih untuk terus berjalan atau meninggalkan jalan itu dengan berbagai alasan klasik.

Penulis menjelaskan tentang kekuatan akal, dan kelemahannya, akal bisa disesatkan, bisa ditipu, dan bisa terbius hawa nafsu, dengan mengalir sang penulis menyisipkan ayat ayat Al-Quraan tentang contoh kesalahan yang berulang ulang pada akal, agar kita tidak semata mata bersandar pada akal semata, lain halnya dengan liberal. Menurut penulis, pemikiran liberal yang dimulai hanya dengan akal diakhiri dengan akal pasti akan terkena kesalahan kesalahan fatal ketika ia dalam proses berfikir, tanpa ia mau untuk menyadari, karena pemahaman liberal sama sekali tidak mempunyai perhatian dengan ikatan bathin, hanya percaya sesuatu yang tampak.

Sedangkan pemikiran Liberal sendiri berdiri dengan sebuah kepercayaan bahwasanya setiap orang berhak untuk memilih bagi dirinya sendiri apa yang ia inginkan baik itu dien, tata krama, pemikiran, pendapat, juga perbuatan apapun itu walaupun itu menyimpang dari tabiat manusia, walaupun yang lain menyelisihinya, setiap dalam hak yang sama untuk menerima keberadaan orang lain yang berbeda.

Dari konsep di atas tadi, Athorifi mulai mengupas satu persatu dari pernyataan tersebut, baik dari latarbelakang apa yang menyebabkan pemikiran liberal timbul?, apa sebab masih eksisnya pemikiran liberal hingga saat ini?, apa dampak dari pemberian kebebasan secara muthlak?, di batas mana syariat menghargai kebebasan? Dan sang penulis juga menjelaskan hubungan fitrah dan syahwat dan hubungannya baik buruknya untuk akal, juga menjabarkan pokok pemikiran liberal.

Penulis berpendapat nama yang pas untuk para kaum liberal adalah “assudawiah” meminjam istilah al-quraan

 

Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja? (QS:Al-Qiyamah 36)

Karena para ahli tafsir mengatakan bahwa kata “السدي” adalah bebas tanpa diperintah dan tanpa dilarang, sebagaimana yang penulis kutip dari pendapat Imam Syafii, dan istilah ini sangat pas bagi para liberal yang ingin kebebasan mutlak tanpa ada ikatan apapun dari sang Kholiq.

Adapun latar belakang muculnya liberalisme, Athorifi menjelaskan panjang lebar hingga menghabiskan 32 halaman, secara umum ia menjelaskan liberalisme dan Marksime lahir dari satu rahim yaitu sekularisme, dan sekularisme paham yang menjauhkan sesuatu yang bernafaskan agama dalam urusan dunia, kemudian Athorifi mulai menjabarkan asal mula faham tersebut. Dimana dalam sistem keKristenan disana ada dua  istilah yang pertama adalah  “كهنوت”  rijaluddin mereka adalah sebagian kecil dari pemeluk Kristen yang ada, namun menganggap dan harus dianggap sebagai orang yang mempunyai hubungan langsung dengan tuhan juga penyambung bagi orang orang awam, konsekwensi dari ini semua mengharuskan orang selain mereka terikat dari segala lini, baik dari pernikahan, pernyataan dosa, penguburan ketika kematian, semua tidak sah kecuali disana ada campur tangan dari rijaluddin.

Kemudian yang kedua adalah orang orang awam, yaitu orang selain rijaluddin, terlepas dari orang tersebut kaya, miskin, pintar, bodoh, semua dimasukkan dalam golongan kedua, jadi sejak awal sistem keKristenan di Barat, sudah menjadi lahan subur bagi sekularisme, setidaknya untuk golongan awam menyimpan dendam kepada mereka yang selalu mengaitkan sesuatu dengan agama.

Di sela sela penjelasannya tentang kebobrokan sistem Kristen (yang notebane nya adalah agama yang sudah diselewengkan), Athorifi memaparkan keistimewaan Islam jernih dan jauh dari penyelewangan, seseorang boleh menikah jika  dihadiri oleh wali dan saksi (tidak perlu harus orang yang istimewa seperti dalam ajaran Kristen), seseorang boleh beribadah di masjid manapun, dikubur oleh siapapun, bertaubatpun semua orang muslim berhak langsung meminta ampun kepada Allah tanpa perantara siapapun.

Kemudian ia mulai menjelaskan perpecahan agama Kristen lebih dalam, menurutnya Kristen sempat terbagi menjadi 3 kelompok besar Ortodox, Katolik, dan Arius. Adapun arius masih mengandung ajaran ajaran yang lurus, namun pada akhirnya kelompok ini hilang dan yang tersisa dari ajaran Kristen baik Ortodox maupun katolik  yang keduanya sangat jauh dari apa yang diajarkan oleh Isa Al-masih dan tidak terlepas dari kemusrikan, disaat inilah banyak kedholiman dan kejahatan yang di buat oleh rijaluddin selalu dinisbatkan ke agama, dan ini membuat dendam para kalangan rijalul fikr yang ingin melakukan pembaharuan terhadap agama Kristen, maka muncullah Kristen Protestan yang banyak melakukan reformasi terhadap gereja dan membuat injil tidak hanya di miliki oleh para pendeta, sampai sampai Athorifi beranggapan bahwa martin luther mempunyai cara alur berpikir yang benar di satu sisi yaitu  pembebasan akal dari khurafat, namun meninggalkan sisi lainnya yaitu penegakkan hukum yang ada di kitab mereka dan ketidak berimanan kepada Nabi muhammad. Pergolakan di agama Kristen terus berlanjut, hingga datangnya Jean Jacques Rousseau dan Voltaire membuat perubahan besar besaran dalam sistem mulai dari Prancis dan akhirnya menyebar di Eropa, dan mulai menuhankan akal dan kebebasan, disinilah Barat mulai berlebihan dalam menilai akal dan kebebasan hingga dampaknya munculnya liberalisme yang sangat akut, dalam penjelasannya yang panjang lebar penulis juga banyak mengutip ayat Al-Quraan yang berhubungan dengan keadaan ahlul kitab, yang membuat para pembaca benar benar merasakan keadaan miris yang menimpa agama agama di umat terdahulu.

Setelah menjelaskan sejarah tentang penulis juga menyinggung liberal yang mulai menjangkiti negeri Arab, dan menyebutnya sebagai liberal yang pincang, karena liberal Arab tidak ingin dianggap memerangi agama Islam, namun selalu memaksakan pemikirannya diterima di kalangan Arab dengan berbagai macam cara. para liberal Arab ingin mencoba menggabungkan antara agama dan liberalisme, menurut Athorifi ini mudah saja dilakukan oleh agama yang sudah melenceng, tapi tidak bagi agama yang dijamin di jaga oleh Robb nya, karena disana ada ulama robbani yang selalu menangkal segala usaha penyelewangan, berdasarkan sabda Nabi

يحمل هذا العلم من كل خلف عدوله ينفون عنه تحريف الغالين وتأويل الجاهلين وانتحال المبطلين قال فسبيل العلم ان يحمل عمن هذه سبيله ووصفه

Ilmu (agama) ini akan dibawa oleh orang-orang terpercaya dari setiap generasi. Mereka akan meluruskan penyimpangan orang-orang yang melampaui batas, ta’wil orang-orang jahil, dan pemalsuan orang-orang bathil.

Sang penulis juga menjelaskan bahwa benih benih sikap kebebasan yang kebablasan sudah ada sejak zaman kaum yg didakwahkan para Nabi terdahulu, seperti kaum luth yang meminta kebebasan dalam orentasi seksualnya, kaum syuaib yang menyuruh Nabinya tidak ikut campur dalam masalah urusan perdagangan mereka, hingga kaum quraisy yang mengajukan kepada Nabi muhammad untuk mencoba coba dalam urusan memilih Tuhan mereka.

Penulis juga menjelaskan sebab keeksisan pemikiran liberal hingga sekarang, bukan dikarenakan kebenaran yang ada dalam pemikiran tersebut, tetapi lebih kepada kuatnya promosi pemikiran ini di segala lini, seseorang setiap harinya secara tidak sadar dicekoki oleh pemikiran ini, yang dibantu oleh hampir seluruh media yang ada, kemudian eksisnya pemikiran liberal juga sangat didukung dengan tidak maunya liberalisme dibenturkan dengan pemikiran yang lain. karena dasar mereka adalah kebebasan orang berhak memilih keyakinannya walaupun berbeda dengan apa yang masyarakat yakini, tidak ada benturan pemikiran inilah yang membuat liberalisme tetap eksis.

Pada dasarnya menurut penulis pemikiran liberal itu terlihat seperti tanpa kaidah yang tetap, maka seseorang bisa mendapatkan liberal mesir berbeda pemikirannya dengan liberal Syiria dan begitu seterusnya, namun sebetulnya di dalam liberalisme mereka Mempunyai garis garis besar yang seluruh kaum liberal satu barisan dalam pokok pokok pemikiran tersebut.

Pokok-Pokok Liberal

  1. Analisa Materi Mutlak
  2. Kebebasan
  3. Kesetaraan
  4. Egoisme

Yang menarik dari penulis adalah ketika menyebutkan pokok pemikiran tersebut, ia berpendapat bahwasanya pada dasarnya pemikiran ini adalah fitrah dan insting seorang manusia, akan tetapi kesemuanya itu harus tetap dibawah Syariat yang mengatur, agar tidak terjadinya keguncangan dan ketidakstabilan, dalam pembahasan ini sang penulis sama sekali tidak menafikan pemikiran tersebut sejalan dengan insting manusia akan tetapi yang dikritik oleh penulis penggunan berlebihan dari insting tersebut, membiarkannya liar dan tidak diatur dan menyebabkan ia berani berbuat nakal terhadap wahyu hingga melakukan penentangan terhadap penciptanya juga kepada syariat-syariat yang dibuatnya .

Di awal pembicaraan nya masalah analisa materi, Athorifi mengatakan analisa materi memang termasuk cara berfikir yang benar, jika ditempatkan pada porsi yang benar, ia memberi contoh bahwa indra pengecap (lidah) dalam menganalisa suatu rasa manis pahit dan asin mempunyai tingkatan yang berbeda disetiap bagian lidah tersebut, ada juga mereka yang sama sekali ditidak bisa merasakan rasa makanan, namun seseorang tidak bisa mengatakan mengatakan rasa pahit itu tidak ada karena hanya sekedar ia tidak bisa merasakannya, tetapi ia harus menyerahkan kepada mereka yang mengetahui rasa tersebut. begitu juga seharusnya akal kita bersikap terhadap sesuatu yang ghaib.

Lebih lanjut penulis mengatakan lebih mengedepankan analisa materi dari pada syariat adalah strategi pertama iblis dalam merayu adam dan hawa

Syaitan berkata, “Tuhan kamu tidak melarangmu dari mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang yang kekal (dalam syurga)”. Dan dia (syaitan) bersumpah kepada keduanya,”Sesungguhnya saya adalah termasuk orang yang memberi nasihat kepada kamu berdua,

Iblis seolah-olah menjadi penasihat Adam dan berusaha membenturkan sesuatu yang materi jelas di depan mata (menjadi malaikat dan abadi) dengan hikmah dari larangan Allah dalam menjauhi pohon tersebut. Pembenturan hasil materi dengan syariat sering dijadikan kaum liberal senjata untuk menyerang agama.

Penulis juga berpendapat dalam sebuah analisa materi sejatinya masih bisa tertipu, bisa disesatkan sebagaimana orang yang biasa hidup ditempat sangat dingin, ia akan merasa kepanasan jika tiba tiba hidup ditempat yang cuacanya sedang, begitu juga jika seseorang terbiasa hidup dikalangan yang mengaggap bugil adalah sebuah kewajaran, ia akan memvonis orang yang berjilbab adalah sesuatu yang ekstrim, dan banyak contoh contoh menarik lainnya yang disajikan oleh thorifi di buku ini. penulis juga mengatakan seandainya saja semua problem bisa diselesaikan dengan analisa materi maka tidak ada hikmahnya lagi Allah menurunkan para rosulnya, tugas rosul sejatinya membawa manusia menuju jalan yang lebih baik.

Sebuah pemikiran ini menurut penulis juga  menyebabkan seseorang berani menganggap tidak adanya qothiyatu dilalah dalam syariat Islam, menyepelekan ijma, dan akan selalu berusaha menghilangkan kesucian syariat dengan anggapan setiap orang bisa menganalisa nash nash alquraan sesuai dengan zamannya.

Kemudian penulis menjelaskan pokok pemikiran selanjutnya yaitu kebebasan, kebebasan yang digaungkan oleh liberal adalah kebebasan tanpa batasan ini yang dikoreksi oleh penulis. Pada dasarnya Islam tidak menghilangkan nilai kebebasan kebebasan adalah sebuah fitrah, dien ini membuat kebebasan itu menjadi teratur agar tidak menjadi kebebasan yang mengganggu. kalau seandainya seseorang mau membandingkan dari sesuatu yang dilarang oleh syariat dengan sesuatu yang dibolehkan, maka ia akan mendapatkan nisbah sesuatu yang dilarang sangatlah sedikit.

Athorifi menjelaskan bahwa kebebasan mutlak banyak berdampak buruk dalam peradaban Barat, seorang ayah tidak boleh mendikte anaknya dengan alasan kebebasan, seseorang yang meninggal tidak perlu mewariskan hartanya kepada keluarganya juga berdalil karena sang mayyit bebas melakukan apapun terhadap hartanya, sampai hilang ruh ikatan kekeluargaan yang ada di Barat sekarang.

Menurut penulis pemikir liberal selalu menyibukkan dirinya dalam mengkritik larangan larangan agama yang sedikit dari pada melihat keleluasaan yang diberikan syariat kepada dia, dan hak hak yang dianugrahi Allah kepadanya, sehingga selalu berfikir negatif terhadap agama dan selalu mengaggap penghalang baginya.

Padahal pada dasarnya tidak ada sebuah aturan dari semua sistem dunia kecuali disana ada larangan larangan yang sama sekali tidak boleh disentuh oleh warganya, demi terciptanya situasi yang kondusif, maka Islam sebagai agama yang terjaga sangatlah wajar jika memberi aturan agar kebebasan itu tidak menjadi kebablasan.

Dalam pembahasan persamaan, sejajar, penulis kembali mengatakan bahwa ingin kesejajaran adalah sesuatu yang fitrah bahkan seseorang ingin selalu meminta lebih dalam masalah haknya, dan meminta dikurangi dari kewajibanya. Islam mengatur sesejaran sedemikian rupa agar tidak merusak tatanan fitrah yang benar, karena melakukan persamaan dalam segala hal adalah sesuatu yang menyelisihi fitrah, Islam sangat memperhatikan ini, dalam hal warisan jatah wanita sejajar dengan wanita yang lainnya karena ia mempunyai hak dan kewajiban yang sejajar juga, begitu pula laki laki, ia mempunyai hak dan kewajiban yang sama karena ia seorang laki laki, disisi lain Islam menjaga fitroh membedakan sesuatu yang memang berbeda karena menyama ratakan di dalam beberapa hal malah akan menumbulkan permasalahan baru, maka seorang yang lebih kecil umurnya dianjurkan memberi salam lebih dahulu kepada yang lebih tua, yang sedikit kepada yang banyak, kemudian Athorifi juga mengatakan bahwa sikap membedakan yang memang beda sudah ada sejak dahulu, sebagaimana afalaton filosof yunan menjadikan perbedaan dalam hukuman dan kebijakan terhadap warga negara asli yunani dengan budak juga orang asing.

Pemikir liberal timur tengah selalu mengkritik masalah persamaan waris terhadap anak laki laki dan perempuan. Padahal merekapun sama sekali tidak pernah meyakini bahwa harta waris itu harus dibagi kepada keluarganya, karena yang berhak sepenuhnya menurut kaum liberal adalah orang yang meninggal tersebut.

Buku ini menjadikan kita sadar sikap terburu buru seseorang baik liberal ataupun lainnya, dalam menghukumi sesuatu dan terlalu cepat mengkritik syariat allah adalah sumber kesalahan yang sering terjadi. Padahal Allah Sang Pencipta lebih mengetahui apa yang lebih baik untuk hambanya.

Kelebihan Buku Ini

  1. Sang penulis diberi kelebihan dalam menjadikan pembaca terasa mengalir mengikuti jalan fikir penulis, jauh dari rasa bosan, juga bukan dengan bahasa yang menggebu gebu penuh emosi, tetapi dalam mematahkan syubhat syubhat liberal lebih kepada pemakaian logika dan akal sehat yang di dukung oleh wahyu juga atsar salafusholih.
  2. Banyaknya penggunaan permisalan yang nyata dalam setiap banyak problem problem yang dijabarkan oleh penulis, membuat para pembaca merasakan masalah dan solusi problem benar benar dekat.
  3. Ketepatan dan kejelian dalam beristidilal , baik dengan ayat Al-quraan maupun dengan hadist-hadist Nabi, yang kita tidak dapati dalam buku pemikiran Islam yang lain.
  4. Pemakaian tafsir Al-Quraan yang otoritatif yang kebanyakan mengambil dari tafsir athobari, menjadikan kita lebih dekat dengan para generasi terbaik ummat ini. Begitu juga banyaknya pemakaian hadist Nabi dalam buku ini, karena memang sang penulis sendiri jauh sebelum menulis buku ini sudah dijuluki “al Muhadist AsSyaab” (Ahli hadist yang masih muda).

Kekurangan Buku Ini

Penulis tidak banyak menyebut sumber ketika menjabarkan masalah yang berhubungan dengan liberalisme, baik itu tentang statement-statement yang dianggap penulis rancu dan kemudian ia bantah, ataupun itu tentang sejarah panjang liberal yang sudah seharusnya diberi catatan kaki agar para pembaca lebih merasa yakin dengan yang ia sedang baca. Di dalam bukunya setebal 270 halaman ini, setidaknya Athorifi hanya menyebutkan buku  “Pokok Pokok Politik Liberal” karya Jon Stewart Mel, buku “Pemikiran Arab Dalam Zaman Kebangkitan” karya Albert Hauroni, adapun dalam menukil ide filsafat terdahulu Ia banyak mengambil dari kitab تحقيق ما للهند من مقولة معقولة في العقل أم مرذولة karya filosof muslim Al-biruni (wafat tahun 1046 masehi).

Yang ditakutkan dari kekurangan ini adalah sang penulis bisa saja dituduh menisbatkan pemikiran kepada liberalisme, padahal kaum liberal sendiri berlepas diri dari pemikiran tersebut, atau para kaum liberal akan mengatakan “pemikiran dan alasan kami tidak segampang yang anda gambarkan di buku anda”.

Sedangkan bagi saya sendiri menganggap kekurangan tersebut tidak terlalu berpengaruh dalam bagusnya penulisan buku ini, karena di awal bukunya sang penulis sudah mengatakan “Tidaklah saya meninggalkan sesuatu dalam penulisan yang ada di buku ini kecuali saya ingin memutus ketamakan jiwa dan hawa nafsu, walaupun selain saya akan berpendapat bahwa dengan menulisnya akan lebih berguna”.

Sumber-Sumber Pendidikan Islam

 

Pendahuluan :

Kalau berbicara tentang tarbiah atau yang biasa disebut pendidikan, maka tidak akan bisa lepas dari kalimat ikatannya (qoid) yaitu Islamiah, karena pertama, sebagai manusia yang mengaku bahwasanya ia ridho Allah sebagai Robbnya, Islam sebagai Dien nya, dan Muhammad sebagai Nabi juga pengemban risalah, selalu terhujam dalam jiwa bahwasanya

katakanlah sesungguhnya solatku , sembelihanku, hidupku , dan matiku hanya untuk Allah pemilik semesta alam(al-an’am:162)

akan berusaha selalu mengikat semua aktifitasnya dengan Islam agar selalu mendapat ridho Allah subhanahu wataala.

Kedua karena sifat dari tarbiah itu sendiri, yang dalam bahasa arab mengandung arti tumbuh, mengarahkan fithrah,membenahi, berkembang menuju kesempurnaan, dan juga diintisarikan dari kata Rabb. [1]

Maka dari itu sulit untuk bisa memisahkan kata pendidikan dari kata pengikatnya yaitu Islam.

 

 

 

Latar Belakang Masalah

Seiring dengan lebih terbukanya sikap pemerintah di Indonesia setelah pasca reformasi 1998 dalam menerima konsep pendidikan dari luar Indonesia, istilah pendidikan Islampun mulai berkembang pesat,dan para penggiat pendidikan Islam pun berusaha membangun pendidikan Islam secara terbuka, namun ada dua kendala pokok dalam perumusan pendidikan Islam tersebut

Pertama : Banyak dari perumus pendidikan Islam modern ini terkadang masih sekedar bermodalkan semangat keIslaman saja tanpa memperdalam ilmu-ilmu Islam secara menyeluruh, yang menjadikan seakan akan apabila plang pendidikan tersebut tertulis dengan bahasa arab, maka serta merta menjadikan sekolah tersebut pasti berdasarkan Islam, apabila dibelakang kata yayasan sekolah itu dicantumkan kata “Islam terpadu” maka seakan akan sudah pasti selalu memadukan antara Islam dan pendidikan.

Kedua : Di sisi lain timbul juga para perumus pendidikan Islam yang menganggap arti dari pendidikan Islam itu adalah menolak sesuatu yang baru dalam sistem pendidikan, apabila sistem tersebut tidak disebutkan di dalam Al-Quraan ataupun Hadist, dan menganggap inovasi baru dalam sistem pendidikan adalah tertolak.

dan dua kelompok ini pun tidak jarang menuding satu sama lain dan menganggap konsep pendidikan Islam yang benar adalah di kelompoknya, maka ada benarnya juga syair dari majnun laila:

كل يدعي وصلا بليلي# و ليلي ولا تقرلهمّ بذاك

semua mengaku Ia punya hubungan dengan Laila, padahal Laila tidak mengakui semua hubungan tersebut.

 

 

Rumusan Masalah

Maka disini kami ingin mencoba untuk membahas tentang sumber pendidikan Islam, yang mungkin dari pembahasan ini bisa didapatkan jawaban dari masalah yang mengelayuti pikiran kami seperti :

  1. Apa sajakah sumber sumber pendidikan Islam?
  2. Bagaimana mengimplementasikan sumber pendidikan Islam?

 

 

Pokok Pembahasan

Kajian Teoritis

 

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, sumber adalah tempat keluar, …segala sesuatu yang berupa tulisan, dokumen, naskah, dan sebagainya yang digunakan oleh suatu bangsa sebagai pedoman hidupnya pada masa tertentu.

Pendidikan Islam pada sejatinya adalah pengaturan diri sendiri dan juga masyarakat yang bertujuan menerima Islam secara menyeluruh di dalam aspek kehidupan, maka demi mewujudkan itu semua, maka sudah seharusnya pendidikan Islam itu mempunyai dasar yang sama dengan sumber dasar hukum Islam.

Para pakar dasar hukum Islam atau yang biasa disebut dengan ushuliyyun menyebutkan bahwasanya sumber hukum Islam apabila dilihat dari sisi kesepakatan di bagi menjadi dua garis besar yaitu:

1. Dasar Hukum Pokok

  1. Al-Quraan (القران، الكتاب)

Secara bahasa :diambil dari kata (قرأ -يقرأ و قرانا) yang artinya membaca, sebagaimana di sebutkan didalam Al-Quraan :

janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk membaca Al-Quraan karena hendak cepat cepat menguasainya, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya dan membacanya, dan apabila Kami membacakannya maka ikutilah bacaan itu“.

Secara istilah Al-Quraan adalah

اسمٌ للكتابِ العربيِّ المُنزَّلِ على رسول الله محمَّد – صلى الله عليه وسلم -، المُبتدأ بالبَسمَلةِ فسُورةِ الفاتحة، والمُختتمِ بسورةِ النَّاسِ.

Nama dari sebuah Kitab yang berbahasa arab yang diturunkan kepada Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wasallam, dimulai dari bismillah di surat Al- Fatihah dan ditutup dengan Surat An-Naas.[2]Sumber ini disepakati oleh seluruh ulama Islam untuk dijadikan dasar hukum.

  1. Al-Hadist (الحديث،السنّة)

Secara istilah adalah : ما صدَرَ عن رسول الله – صلى الله عليه وسلم – غيرُ القرآنِ من قولٍ أو فعلٍ أو تقريرٍ

Semua yang bersumber dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam selain Al-Quraan, baik berupa perkataan, perbuatan atau persetujuan[3],dasar ini juga disepakati oleh seluruh ulama Islam.

  1. Al Ijma(الإجماع)

Secara istilah adalah : Kesepakatan seluruh mujtahid Islam dalam suatu masa setelah wafatnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam masalah hukum syar’i.[4]

Mayoritas Ulama Islam mensepakati dasar hukum ini,kecuali Nadzam dari kalangan mu’tazilah dan sebagian kelompok khowarij.

  1. Al-Qiyas (القياس) dasar ini disepakati oleh mayoritas ulama Islam, kecuali syiah ja’fariah dan mazhab dhohirah.

2. Dasar Hukum Sekunder

 

  1. Al-Istihsan(الاستحسان): berpaling dari qiyas yang jelas, ke suatu dalil yang lain karena yang dianggap lebih kuat,[5]secara teori dasar hukum ini diingkari oleh Imam syafii , sedangkan jumhur ulama menerimanya.
  2. Al-mashlahah al-mursalah(المصلحة المرسلة) : suatu maslahat baik itu mengambil manfaat ataupun mencegah kerusakan- namun tidak disebutkan oleh Allah perintah maslahat tersebut ataupun pelarangannya.[6]
  3. Sadduz Zaiah (سدّ الذرائع) menutup celah yang sering menjadi wasilah kerusakan.
  4. Al-Urf (العرف) adat istiadat yang tidak menyelisihi syariat.
  5. Qoul Shohabi (قول الصحابي) pendapat sahabat Rasulullah.
  6. Sya’ru Man Qoblana (الشرع من قبلنا) syariat ummat sebelum ummat Muhammad.
  7. Al-Istishab(الإستصحاب) menetapkan perkara diatas keadaan sebelumnya, dan tidak berubah hukumnya selama tidak ada yang mengubahnya.

Pada hakikatnya semua sumber-sumber hukum yang disebutkan di atas kembali kepada dua asal sumber, yaitu Al-Quraan dan As-Sunnah, dan kenapa Kami menambahkan sumber dasar hukum lainnya, itu dikarenakan Al Quraan dan As-Sunnah mengarahkan untuk mengambil dasar dasar hukum dari : ijma, qiyas, istihsan, mashlahah mursalah, saddu zaiaah, qoul shohabi, dan lain lain.

Dalil Tentang Urutan Dasar Sumber Islam

1.

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا أَرَادَ أَنْ يَبْعَثَ مُعَاذًا إِلَى الْيَمَنِ قَالَ: «كَيْفَ تَقْضِي إِذَا عَرَضَ لَكَ قَضَاءٌ؟»، قَالَ: أَقْضِي بِكِتَابِ اللَّهِ، قَالَ: «فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِي كِتَابِ اللَّهِ؟»، قَالَ: فَبِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِي سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلَا فِي كِتَابِ اللَّهِ؟» قَالَ: أَجْتَهِدُ رَأْيِي، وَلَا آلُو فَضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدْرَهُ، وَقَالَ: «الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَفَّقَ رَسُولَ رَسُولِ اللَّهِ لِمَا يُرْضِي رَسُولَ اللَّهِ»،

Bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ketika akan mengutus Muaz Bin Jabal ke Yaman beliau bersabda “bagaimana engkau memberikan keputusan apabila ada sebuah peradilan yang dihadapkan kepadamu ?” Muaz menjawab “saya akan memutuskan dengan Kitab Allah, ” beliau bersabda lagi “seandainya engkau tidak mendapatkan dalam Kitab Allah ?” Muaz menjawab “saya akan kembali kepada Sunnah Rasulullah” beliau bersabda lagi ” seandainya engkau tidak mendapatkan dalam Sunnah Rasulullah serta dalam Kitab Allah?” Muaz menjawab ” saya akan berijtihad menggunakan pendapat saya dan saya tidak akan mengganggap remeh” kemudian Rasulullah menepuk dada Muaz seraya bersabda “segala puji bagi Allah yang telah memberikan petunjuk kepada utusan Rasulullah karena melakuan apa yang membuat Rosulnya ridho[7].

dari Hadist diatas bisa ditarik kesimpulan bahwasanya Rasulullah menyetujui tatacara Muaz dalam memutuskan perkara, dan menyetujui urutan yang digunakan oleh Muaz Bin Jabal, dan ijtihad itu dilakukan dengan cara mendalami qiyas, juga dibantu dengan perangkat lainya seperti maslahah mursalah, istihsan dan lain lain. Adapun sebab Muaz Bin Jabal tidak menyebutkan ijma, itu dikarenakan Rasulullah masih hidup, padahal salah satu syarat ijma adalah mengambil keputusan syariat ketika Rosulllah sudah wafat.

2.

كَانَ أَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيقُ إذَا وَرَدَ عَلَيْهِ حُكْمٌ نَظَرَ فِي كِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى فَإِنْ وَجَدَ فِيهِ مَا يَقْضِي بِهِ قَضَى بِهِ، وَإِنْ لَمْ يَجِدْ فِي كِتَابِ اللَّهِ نَظَرَ فِي سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – فَإِنْ وَجَدَ فِيهَا مَا يَقْضِي بِهِ قَضَى بِهِ، فَإِنْ أَعْيَاهُ ذَلِكَ سَأَلَ النَّاسَ: هَلْ عَلِمْتُمْ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – قَضَى فِيهِ بِقَضَاءٍ؟ فَرُبَّمَا قَامَ إلَيْهِ الْقَوْمُ فَيَقُولُونَ: قَضَى فِيهِ بِكَذَا وَكَذَا، فَإِنْ لَمْ يَجِدْ سُنَّةً سَنّهَا النَّبِيُّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – جَمَعَ رُؤَسَاءَ النَّاسِ فَاسْتَشَارَهُمْ، فَإِذَا اجْتَمَعَ رَأْيُهُمْ عَلَى شَيْءٍ قَضَى بِهِ، وَكَانَ عُمَرُ يَفْعَلُ ذَلِكَ

Adalah Abu Bakar RA jika datang kepadanya sebuah perkara,ia akan menelitinya di Kitabullah, apabila mendapatkan perkara tersebut ia memutuskan sesuai apa yang diputuskan AlQuraan, jika tidak mendapatkan, ia akan meneliti di sunah Rosullah, apabila mendapatkan perkara tersebut, ia memutuskan sebagaimana yang diputuskan Rasulullah, apabila tidak mendapatkan ia akan bertanya kepada manusia “adakah yang mengetahui bahwasanya Rasulullah memutuskan perkara ini dan itu ?” apabila ia tidak mendapatkan jawaban tersebut,ia mengumpulkan para pembesar dan bermusyawarah, apabila mereka bersepakat, maka Abu bakar memutuskan perkara itu dengan kesepakatan tadi,begitu juga umar melakukan hal yang sama,[8]atsar ini menunjukkan bahwa urutan dalam menetapkan perkara adalah Al-Quraan, kemudian As-Sunnah, kemudian Ijma.

Ijtihad

Menurut Imam Syaukani, Ijtihad adalah

بَذْلُ الْوُسْعِ فِي نَيْلِ حُكْمٍ شَرْعِيٍّ عَمَلِيٍّ، بِطَرِيقِ الِاسْتِنْبَاطِ

mencurahkan kekuatan untuk meraih hukum syar’ii amaly dengan tatacara menarik kesimpulan dari dalil dalil yang ada[9]

bagi mereka yang berijtihad tentu diperlukan syarat syarat yang ketat , seperti:

  1. Mengetahui ayat ayat hukum secara menyeluruh ,
  2. Mengetahui Hadist Hadist yang berkaitan dengan hukum secara menyeluruh
  3. Mengetahui seluk beluk bahasa arab
  4. Mengetahui ilmu ushul fiqh
  5. Mengetahui dampak maslahat dan mudhorrot apabila hukum itu diputuskan
  6. Memahami realita [10]

Kajian tafsir

QS: An-Nisa ayat: 59

Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rosul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berselisih tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-quraan) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

  1. Wahai orang orang beriman : Sebelum Allah memerintahkan Hamba-Nya dengan perintah, Ia memuliakannya dengan panggilan penghormatan “wahai orang orang yang beriman“. Ibnu Abi Hatim dalam tafsirnya mengutip perkataan Ibnu Mas’ud Seorang mufassir besar dari kalangan sahabat Nabi “Apabila kamu mendengar Allah berfirman “Wahai orang orang yang beriman“, maka perhatikanlah benar-benar, karena ada kebaikan yang akan Ia perintahkan, atau keburukan yang akan Ia larang”.[11] Nilai pendidikan ini hanya ada di dalam Al-quraan, sedangkan di kitab kitab terdahulu tertulis “wahai orang orang yang sengsara.”[12]
  2. Ta’atilah Allah dan ta’atilah Rosul : Muhammad Al-Amin As-Syanqiti dalam tafsirnya menjelaskan “Sebagian mufassirin berpendapat, taat kepada Allah itu dengan cara mengamalkan Alquraan, taat kepada Rosul itu dengan cara mengamalkan As-Sunnah…”[13], ini mendidik kita agar selalu berpegang teguh kepada Al-Quraan dan As-Sunnah.
  3. Dan ulil amri di antara kamu : Muhammad Ibnu Sholih Ibnu ‘Utsaimin mengatakan dalam tafsirnya “arti ulil amri Disematkan kepada Ulama dan Umaro, karena ulamalah yang menjelaskan Hukum syariat, mengarahkan ummat, dan merinci hukum-hukum Allah….Sedangkan peran Umaro sebagai ulil amri adalah membawa manusia kepada syariat Islam, menegakkan hudud kepada mereka yang menyelisihi hukum Allah, dan semuanya (ulama dan umaro) sama-sama mempunyai tanggung jawab yang besar.[14] nilai pendidikan yang didapat bahwasanya Allah mencintai peraturan dan ketertiban dalam segala hal maka dari itu seseorang diwajibkan taat kepada umara dan ulama demi terciptanya ketertiban.[15]
  4. Kemudian jika kamu berselisih tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-quraan) dan Rasul (sunnahnya) : Imam Alusi mengatakan “cara mengembalikan perselisihan kepada Allah dan rosul adalah dengan qiyas…apabila dalam kalian dalam kesepakatan berarti harus beramal dengan hal yang disepakati, dan ini adalah dalil tentang kedudukan Ijma”[16]
  5. jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian : Di dalam segala perkara, seorang mukmin akan selalu mengedepankan keputusan keputusan Allah dan Rosul-Nya, daripada hawa nafsunya belaka karena ia lebih mengharapkan Pahala dari Allah di akhirat kelak[17]

 

1. Al-Quraan Sumber Utama Pendidikan Islam

 

Ketika Allah subhanahu wata’la menciptakan manusia, Ia tidak meninggalkan manusia tanpa pegangan hidup, tetapi diturunkan kepada rosul-Nya Al-Quraan agar menjadikan mereka selalu berjalan di jalan yang benar

إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا

Sesungguhnya Al-Quraan ini memberikan jalan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang orang mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka pahala yang besar (al isra:9)

2. Karakteristik Al-Quraan Yang Berhubungan Dengan Pendidikan

  1. Al-Quraan Adalah Firman Allah

Ini melazimkan ketiadaan kontradiksi antara Firman Allah azza wa jalla dan akal manusia yang pada dasarnya adalah ciptaan Allah, sebagaimana yang difirmankan didalam Al-Quraan :

Sesungguhnya orang orang yang mengingkari Al-Quraan ketika Al-Quraan itu datang kepada mereka (mereka itu pasti akan celaka ) sesungguhnya Al-Quraan itu Kitab yang mulia , yang tidak datang kepadanya kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb yang Maha bijaksana lagi Maha terpuji.(Fushilat :41-42)
Karena Al-Quraan dan As-Sunnah terjaga dari kesalahan apapun, ini menjadikannya sumber pendidikan yang istimewa yang tidak ada didalam sumber pendidikan yang lain.

Sesungguhnya Kami lah yang menurunkan adzkr dan sesungguhnya Kamilah yang benar benar memeliharanya (al hijr:9)

maka mustahil terjadi kontradiksi antara firman Allah dan akal, Ibnu Taimiah menjelaskan secara panjang lebar tentang pembahasan bahwasanya “akal yang jelas, tidak akan berbenturan dengan nukilan (Al-Quraan dan As-Sunnah) yang shohih” di dalam bukunya Dar’ut Ta’arudh.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

أَتَانِي جِبْرِيلُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، إِنَّ أُمَّتَكَ مُخْتَلِفَةٌ بَعْدَكَ، قَالَ: فَقُلْتُ لَهُ: فَأَيْنَ الْمَخْرَجُ يَا جِبْرِيلُ؟ قَالَ: فَقَالَ: كِتَابُ اللَّهِ، بِهِ يَقْصِمُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ كُلَّ جَبَّارٍ، مَنِ اعْتَصَمَ بِهِ نَجَا، وَمَنْ تَرَكَهُ هَلَكَ، مَرَّتَيْنِ، قَوْلٌ فَصْلٌ وَلَيْسَ بِالْهَزْلِ، لَا تَخْلُقُهُ الْأَلْسُنُ، وَلَا تَفْنَى أَعَاجِيبُهُ، فِيهِ نَبَأُ مَا كَانَ قَبْلَكُمْ، وَفَصْلُ مَا بَيْنَكُمْ، وَخَبَرُ مَا هُوَ كَائِنٌ بَعْدَكُمْ

jibril mendatangiku dan berkata “wahai Muhammad sesungguhnya ummatmu berselisih sepeninggalan mu” Nabi bersabda ” maka apa solusinya wahai jibril?” Jibril menjawab “Kitabullah yang dengannya membinasakan setiap yang zalim, barangsiapa yang berpegang teguh dengannya maka dia akan selamat dan barangsiapa yang meninggalkannya maka dia akan binasa dua kali, Al-Quraan lah perkataan yang jelas , lugas yang tidak mengandung sendagurau ,yang tidak kering lisan untuk membacanya, tidak habis keajaibannya , di dalamnya terdapat kisah orang terdahulu , yang memutuskan perkara diantara kalian dan berita tentang apa yang akan terjadi setelah kalian[18]

maka tidak heran para ilmuan barat pun memuji Alquraan dengan perkataan ” suprising thing found in ancient book”.

  1. Allah Adalah Pendidik Yang Hakiki

Allah yang menciptakan para makhluqnya tentu lebih mengetahui apa saja yang harus ditempuh seorang makhluq agar bisa menuju kebahagiaan dunia dan akherat, Rosullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

أَدَّبَنِي رَبِّي فَأَحْسَنَ تَأْدِيبِي

Robbku telah mendidikku dengan pendidikan yang terbaik[19]

tidaklah wajar bagi seorang manusia yang Allah berikan kepadanya AlKitab , hikmah dan keNabian lalu berkata kepada manusia ” hendaklah kamu menjadi penyembah penyembahku bukan peyembah Allah” akan tetapi (orang tersebut akan berkata) “hendaklah kamu menjadi orang orang yang robbani (terdidik) karena kamu selalu mengajarkan al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya (ali’imran:79)

Ayat ini memberi isyarat bahwasanya para Nabi yang dididik langsung oleh Allah, menjadikan para Nabi tersebut ingin “menulari” sifat keterdidikannya kepada seluruh ummatnya.

  1. Allah Mensifati Firman-Nya Dengan Ruh , Nur (Cahaya ) Dhia (Cahaya Yang Menghangatkan), Furqon (Pembeda)

وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا مَا كُنْتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلَا الْإِيمَانُ وَلَكِنْ جَعَلْنَاهُ نُورًا نَهْدِي بِهِ مَنْ نَشَاءُ مِنْ عِبَادِنَا وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (52)

Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu ruh dari perintah Kami, sebelumnya kamu tidak mengetahui apakah Al-Quraan itu, dan apakah Iman itu akan tetapi Kami menjadikan Al-Quraan itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus (assyura :52)

أَوَمَنْ كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِنْهَا كَذَلِكَ زُيِّنَ لِلْكَافِرِينَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (122)

Apakah orang yang sudah mati kemudian Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya ,yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan ditengah tengah masyarakat, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya ? demikianlah dijadikan orang yang kafir itu memandang baik apayang mereka kerjakan (alan’am :122)

وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى وَهَارُونَ الْفُرْقَانَ وَضِيَاءً وَذِكْرًا لِلْمُتَّقِينَ (48)

Dan sungguh telah Kami berikan kepada musa dan harun sebuah pembeda , sebagai cahaya penerang dan juga pengajaran bagi orang orang bertaqwa (al anbiya’:48).

Memberi isyarat kepada yang mentadaburi Al-Quraan, bahwa Al-Quraan bisa mendidik manusia yang hatinya sudah mati, karena Al-Quraan adalah Ruh, Al-Quraan bisa mendidik manusia terjerebab di dalam dunia kegelapan, karena Al-Quraan adalah Cahaya, Al-Quraan bisa mendidik manusia yang bersikap dingin terhadap masyarakat , karena Al-Quraan adalah Dhia (cahaya yang menghangatkan).

3. Karakteristik As-Sunnah Yang Berhubungan Dengan Pendidikan

  1. Semua Yang Bersumber Dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam Adalah Benar

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya , ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (annajm :3-4)

 

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، قَالَ: كُنْتُ أَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ أَسْمَعُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرِيدُ حِفْظَهُ، فَنَهَتْنِي قُرَيْشٌ وَقَالُوا: أَتَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ تَسْمَعُهُ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَشَرٌ يَتَكَلَّمُ فِي الْغَضَبِ، وَالرِّضَا، فَأَمْسَكْتُ عَنِ الْكِتَابِ، فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَوْمَأَ بِأُصْبُعِهِ إِلَى فِيهِ، فَقَالَ: «اكْتُبْ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا يَخْرُجُ مِنْهُ إِلَّا حَقٌّ»

dari abdullah bin amr rodhiAllahu ‘anhu berkata “aku menulis segala sesuatu yang ku dengar dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang aku ingin menhafalnya , Maka kaum quraisy melarangku dan berkata”Apakah kamu menulis segala sesuatu yang kamu dengar dari nya, padahal Rosullah shallallahu alaihi wa sallam manusia yang berbicara ketika marah dan ketika ridho, kemudian aku berhenti menulis , lalu aku ceritakan itu ke Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Beliaupun memberi isyarat dengan jemarinya menuju mulutnya seraya berkata “tulislah!! demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah yang keluar darinya (mulut) kecuali kebenaran[20]

ألاَ إنِّي أوتيتُ الكتابَ ومثلهُ معهُ

Ketahuilah bahwasanya diriku diberikan al Kitab (AlQuraan) dan yang semisalnya(As-Sunnah) bersamanya[21]

dari ayat dan Hadist ini para ulama pun menyimpulkan bahwa As-Sunnah mempunyai kedudukan penetap hukum yang sama dengan Al-Quraan, dan barangsiapa yang mentaati rosulnya maka ia mentaati Allah subhana wa ta’ala.

  1. Rasulullah Adalah Pendidik Berbagai Hal Yang Membawa Kebahagian Dunia Dan Akhirat

Ketika Nabi ibrahim alaihi salam berdoa “wahai robb Kami,utuslah untuk mereka seorang rosul dari kalangan mereka,membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (AlQuraan) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Al-Baqoroh:129) di dalam doanya Nabi Ibrahim ‘Alaihi salam mendahulukan pengajaran dari pada pensucian diri .

Allah mengabulkan doa dan mengabadikan nya di dalam Al Quraan di tiga tempat

ﯗ ﯘ ﯙ ﯚ ﯛ   ﯜ ﯝ ﯞ ﯟ ﯠ ﯡ     ﯢ ﯣ ﯤ ﯥ ﯦ ﯧ ﯨ

Sebagaimana Kami telah mengutus kepada kalian rosul diantara kalian, membacakan kepada kalian ayat-ayat Kami, dan mensucikan jiwa kalian, dan mengajarkan kalian Al-Quraan dan al hikmah dan juga mengajarkan kepada kalian apa yang belum kalian ketahui (Al-Baqoroh: 151)

 

Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rosul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan ayat ayat Allah, mensucikan jiwa mereka, juga mengajarkan Al Kitab dan Al hikmah. Dan sesungguhnya sebelum kedatangan Nabi itu , mereka dalam kesesatan yang nyata (alimron :164)

 

Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang rosul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan ayat ayat Allah , mensucikan jiwa mereka , juga mengajarkan Al Kitab dan Al hikmah. Dan sesungguhnya sebelum kedatangan Nabi itu , mereka dalam kesesatan yang nyata. ( Al-Jum’ah: 2)

Allah mengabulkan Doa Nabi Ibrahim dengan urutan yang sedikit berbeda, Allah subhanahu wa ta’ala mengedepankan penyucian jiwa sebagai tugas rosulnya bukan sekedar transfer ilmu semata kepada ummat nya.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda

إِنَّ اللهَ لَمْ يَبْعَثْنِي مُعَنِّتًا، وَلَا مُتَعَنِّتًا، وَلَكِنْ بَعَثَنِي مُعَلِّمًا مُيَسِّرًا»

sesungguhnya Allah tidak mengutusku untuk memaksa orang atau menjerumuskannya ,akan tetapi Dia mengutusku sebagai pengajar dan orang yang memudahkan urusan.[22]

Sebagai pendidik yang sempurna Rasulullah mendidik para sahabatnya dalam segala aspek kehidupan mulai dari aqidah, ibadah mahdhoh, mu’amalah, sampai hal hal yang dianggap oleh Kita remeh.
عَنْ سَلْمَانَ، قَالَ: قِيلَ لَهُ: قَدْ عَلَّمَكُمْ نَبِيُّكُمْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلَّ شَيْءٍ حَتَّى الْخِرَاءَةَ قَالَ: فَقَالَ: أَجَلْ «لَقَدْ نَهَانَا أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ لِغَائِطٍ، أَوْ بَوْلٍ، أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِالْيَمِينِ، (الحديث)

Salman Al-Farisi ditanya “apakah sungguh Nabi mu mengajarkan segala hal sampai tata cara buang hajat?? salman menjawab “iya, beliau melarang Kita menghadap qiblat ketika buang hajat atau kencing, dan tidak menggunakan tangan kanan ketika membersihkannya[23]

“قَالَ أَبُو ذَرٍّ: “لَقَدْ تَرَكَنَا مُحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَمَا يُحَرِّكُ طَائِرٌ جَنَاحَيْهِ فِي السَّمَاءِ إِلَّا أَذْكَرَنَا مِنْهُ عِلْمًا ”

Abu Dzar berkata “sungguh, Muhammad shallallahu alaihi wa sallam telah meninggalkan Kita, dan tiada burung yang mengepakkan sayapnya di udara kecuali beliau telah menyebutkan kepada Kami akan ilmunya.[24]

قال عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: قَامَ فِينَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَقَامًا، فَأَخْبَرَنَا عَنْ بَدْءِ الخَلْقِ، حَتَّى دَخَلَ أَهْلُ الجَنَّةِ مَنَازِلَهُمْ، وَأَهْلُ النَّارِ مَنَازِلَهُمْ، حَفِظَ ذَلِكَ مَنْ حَفِظَهُ، وَنَسِيَهُ مَنْ نَسِيَهُ

Umar RA berkata :pernah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam berdiri diantara Kami dalam waktu yang lama , maka beliau mengabarkan kepada Kami mulai dari awal penciptaan makhluq sampai masuknya Ahli surga ke tempat tinggal mereka , dan ahli neraka ke tempat tinggalnya , diantara Kita ada yang ingat peristiwa tersebut hafal, dan dan yang lupa peristiwa tersebut.[25]

  1. Rasulullah Adalah Teladan Yang Baik Dalam Segala Hal

عن عائشة رضي الله عنها أنها سُئلت عن خلق النبي صلى الله عليه وسلم، فقالت: كَان خُلقُه الُقرآن

Aisyah RA pernah ditanya tentang Akhlaq Nabi, maka Dia menjawab “Akhlaqnya adalah Al-Quraan”[26]

 

sungguh telah ada teladan yang baik untuk kalian dalam diri Rasulullah , bagi yang mengharap Allah dan hari akhir, juga bagi yang banyak mengingat Allah (Al-Ahzab :21)

Yang menarik dari ayat ini adalah Allah menyebutkan ayat tersebut di surat Al-Ahzab , dimana surat tersebut bercerita tentang berbagai problem yang dialami Rasulullah dan umat Islam pada saat itu, mulai dari problem anak angkat, konspirasi yahudi, pengepungan pasukan sekutu, penggembosan semangat mukmin dari kalangan munafiqin, perceraian, pendidikan istri-istri Nabi, cara berpakaian, dan berbagai problem lainnya. seakan akan memberi isyarat kepada seluruh umat Islam apapun problemnya tetap jadikanlah Rasulullah teladan, lihatlah Rasulullah bagaimana cara menyelesaikan problem tersebut.

katakanlah (wahai Muhammad) apabila kalian mencintai Allah maka ikutilah Aku, Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa dosa kalian, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (al’imron:31).

4. Mengambil Manfaat Sumber Tambahan Dalam Pendidikan

 

Islam adalah dien yang sempurna dan tidak lengkang oleh waktu , menerima inovasi yang bermanfaat, maka para ushuliyyun menjadikan qiyas, mashlahah mursalah, saddu zariah sebagai perangkat untuk menghukumi suatu inovasi dan peristiwa yang sebelumnya tidak ada di zaman rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Secara ringkasnya, mashlahah mursalah adalah pengambil keputusan dalam rangka mengambil manfaat ataupun menolak kerusakan, yang keputusan tersebut tidak tertera baik itu perintah melakukan keputusan ataupun pelarangannya di dalam Al-Quraan dan As-Sunnah.

Karena menurut Ibnu Qoyyim, syariat Allah itu apa apa yang menunjukkan kepada keadilan, apabila disana ada keadilan dan mashlahat maka itulah syariat Allah[27].

Islam juga menerima inovasi dari bangsa manapun, selama itu tidak menyalahi nash nash Al-Quraan dan As-Sunnah

«الْحِكْمَةُ ضَالَّةُ الْمُؤْمِنِ، حَيْثُمَا وَجَدَ الْمُؤْمِنُ ضَالَّتَهُ فَلْيَجْمَعْهَا إِلَيْهِ»

Kebijaksanaan adalah seperti barang kehilangan milik orang mukmin, dimanapun seorang mukmin itu mendapatkannya maka kumpulkanlah.[28]

Bukankah Nabi Muhammad mengambil inovasi persia dalam perang dengan membuat parit ?[29], bukankah suri tauladan kita mengambil manfaat dari peradaban romawi dengan menggunakan stempel pada surat suratnya? [30], dan shallallahu alaihi wa sallam mengunakan mimbar yang pada dasarnya mimbar itu dari peradaban negeri habasyah ?[31]

Profesor Akrom Dhia Al-Umari berkomentar “Dalam ini semua menunjukkan bahwasanya Kita boleh mengambil manfaat dari inovasi dan peradaban bangsa lain dengan syarat tidak menyelisihi hukum syariat ,ruh syariat dan kaidah kaidah umum”[32]

akan tetapi yang tetap harus digaris bawahi oleh seorang muslim bahwasanya

لا مساغ للاجتهاد في مورد النص

“tidak boleh berijtihad apabila hukum itu sudah jelas di dalam Al-Quraan As-Sunnah ataupun ijma.[33]

 

 

 

Allah subhanahu wata’ala berfirman :

tidaklah pantas bagi orang mukmin laki laki dan orang mukmin perempuan apabila Allah dan rosulnya telah memutuskan suatu perkara, dia menjadikan sekedar pilihan , dan barang siapa yang bermaksiat kepada Allah dan rasul-Nya maka ia telah sesat dengan kesesatan yang nyata (al ahzab:36)

Kajian Implementasi

 

Instansi pendidikan baru bisa dikatakan islami apabila ia menjadikan Al-Quraan dan As-Sunnah sebagai sumber utamanya. Untuk itu, dalam pembentukan Instansi pendidikan perlu memperhatikan prinsip-prinsip berikut ini:

  1. Selalu mendahulukan keputusan Allah dan Rosul-Nya, dan tidak mendahulukan pendapatnya hanya demi mengambil keuntungan dunia semata.
  2. Sebuah instansi islam harus mengetahui buku buku hadist rosulullah agar dapat mencontoh sistem pendidikan yang beliau pakai, supaya bisa mencetak generasi seperti sahabat Nabi.

Buku Buku Hadist Yang Berkaitan Dengan Pendidikan, apabila ditinjau dari pendidikan secara menyeluruh itu artinya semua buku Hadist adalah buku pendidikan , mulai dari Muwatho karya Imam Malik Bin Anas (179 H) Musnad karya Imam Ahmad (241 H) Jamii Shohih karya Imam Al-Bukhori (256 H), Musnad Shohih Mukhtashor karya Imam Muslim (261 H) Sunan Abi Daud ( 275H) Sunan Ibnu Majah (273H) Sunan tirmizi (279 H) Sunan An-Nasaii (303 H) dan Kitab Kitab Hadist yang lainnya, kemudian disekitar tahun 970 H seorang ulama India bernama ‘Alauddin Ali Bin Hisam berusaha mengumpulkan semuanya baik itu dari perkataan dan perbuatan Rasulullah dan memberi nama Kitabnya dengan kanzul ummal yang memuat lebih dari 45000 Hadist.

Adapun jika pendidikan diartikan dengan akhlaq baik Nabi, motivasi dan ancaman, tatakrama maka buku buku Hadist yang dimasukkan dalam katagori tersebut adalah Syamaiil Muhammadiah karya Imam Tirmizi, Al-Adabul Mufrod karya Imam Al-Bukhori, Riyadhus Sholihin karya Imam An-Nawawi (676H), At-Targhib wat Tarhib karya Imam Munziri (656H), dan lain lain.

  1. Perlu adanya di setiap lembaga pendidikan seorang pimbimbing atau konsultan yang bertaraf mujtahid agar bisa dijadikan rujukan oleh para pendidik yang berlabel Islam.
  2. Dalam membuat aturan sebuah instansi pendidikan harus bisa menyampaikan pesan bahwasanya dalam menjalankan peraturan ini harus bertujuan ridho Allah dan mengharap pahala di hari akhir.

 

 

 

Kesimpulan

  1. Sumber pendidikan Islam itu mempunyai dasar yang sama dengan sumber dasar hukum Islam.
  2. Al Quraan dan As-Sunnah adalah sumber pokok dalam pendidikan Islam, karena itu adalah satu satunya sumber yang terbebas dari kesalahan, dan revisi.
  3. Rasulullah mendidik ummatnya segala macam hal yang membawa mereka kepada kebahagian dunia dan akhirat, maka jika ingin mendapatkan kebahagian dunia akhirat Kita diharuskan untuk mengikutinya.
  4. Dasar hukum yang lain selain Al-Quraan dan As-Sunnah adalah ijma, qiyas,istihsan, istishab, qoul shohabi mashlahah al mursalah, sadduzariah, al-urf yang dibahas panjang lebar di Kitab ushul fiqh.
  5. Seseorang dibolehkan berijtihad apabila dia sudah mencapai syarat yang ditentukan.
  6. Ijtihad seseorang akan tidak dianggap apabila Ijtihad nya menyelisihi nash nash syariat.

 

 

Saran

  1. Karena terbukanya sistem pendidikan di era sekarang, itu berarti kaum muslimin harus berusaha lebih giat mempromiskan konsep Islamnya agar tidak kalah dengan konsep liberal dan lainnya.
  2. Bersama sama meninjau kembali bagi yang sedang mempromosikan konsep Islami, apakah benar benar sudah sesuai dengan sumber sumber Islam atau belum.
  3. Perlunya keterbukaan terhadap inovasi pendidikan yang ada di zaman sekarang tanpa meniggalkan kaidah keislaman.

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

Al-Alusi,Mahmud. 1993. Ruhul Ma’ani, Beirut: Dar Kutubul Ilmiah.

Al-Asqolani, Ibnu Hajar. 1957. Fathul Bari, Libanon: Darul Ma’rifah.

Al-Bukhori, Muhammad Ibnu Ismail. 2000. Shohih Al bukhori, Beirut: Dar Thuqun Najah.

_________.1989. Al Adabul Mufrod, Libanon: Dar basyair.

Al-Jauziah, Ibnul Qoyyim. 1991. I’lamul Muwaqiin, Libanon: Dar Kutub Al Ilmiah.

Al-Judaii, Abdullah. 1997. Taisir Ilmi Ushul fiqh, Libanon: Maktabah Royyan.

Al-Qudhoii, Abu Abdillah. 1982. Musnad Syihab, Beirut: Muasasah Risalah.

An-Nahlawi, Abdur Rahman. 2007. Usul Tarbiah Al-Islamiah, Damaskus: Darul Fikr.

An-Namlah, Abdul Karim. 2000. Al-Jami’i Limasail Ushul fiqh, Riyadh: Maktabah Rusd .

Ar-Rozi, Ibnu Abi Hatim. 2000. Tafsirul Quraanil Adhim, Saudi : Maktabah Nazar.

As-Sijistani, Abu Daud.TT. Sunan, Beirut: Maktabah ‘Ashriyah.

As-Syaukani, Muhummad Ibnu Ali. 1999. Irsyadul Fuhul, Damaskus: Darul Kitab al aroby.

Az-Zuhaily, Musthofa. 2006. Al-Qowaid Al-Fiqhiah, Damaskus: Dar Fikr.

Az-Zuhaily, Wahbah. 1996. Tafsir Al-Munir, Damaskus: Darul Fikr.

Bin Hanbal, Ahmad. 1995. Musnad, Mesir: Darul Hadist.

Dhia, Akrom. 1994. Siroh Nabawiah Ashohihah, Madinah: Dar Ulum Wal Hikam.

Ibnu Utsaimin, Muhammad. 2008. Tafsirul Quraanil Karim Shurotin Nisa, Unaizah: Darul Ibnil Jauzi.

Zaidan, Abdul Karim. 1976. Al-Wajiz Fi Usul Fiqh, Libanon: Dar Qurtuba.

 

[1] Lihat Abdurrahman An-Nahlawi, Usul Tarbiah Wa Asalibuha, Damaskus :Darul fikr, 2007 hal:16

[2] Lihat : DR Abdullah Judaii, Taisir Ushul fiqh, Beirut :Maktabah Ar Rayyan, 2007 hal :111

[3] Ibid., hal.124

[4] lihat: DR Abdul Karim An Namlah, Al Jami’i Masail Ushul fiqh, Riyadh :Maktabah Ar-Rusd, 2000 hal:315

[5] lihat : DR Abdul Karim Zaidan, Al Wajiz Fie Usul Fiqh, Libanon: Darul qurtuba, 1976 hal:230

[6] Ibid., h.237

[7] HR.Abu Daud no 3592 dan dishahihkan oleh Ibnul Qoyyim di dalam I’lam Muwaqi’in

[8] Ibnul Qoyyim,I’lamul Muwaqi’in, Libanon: Dar kutub ilmiah,1991, hal:49

[9] Imam Syaukani, Irsyadul Fuhul, Damaskus: Darul Kutub Aroby, 1999, jilid2/205

[10] lihat lebih detail di i’lamul muwaqiin Ibnul Qoyyim jilid 1/69

[11] Ibnu Abi Hatim Ar-Rozi, Tafsirul Quraanil Adhim, Saudi: Maktabah Nazar, 2000 jilid :1 hal:196

[12] Ibid

[13] Muhammad Al-Amin As-Syanqiti, Adhwaul Bayan, Beirut: Darul Fikr, 1995 jilid :1 hal: 245

[14] Muhammad Ibnu Utsaimin, Tafsirul Quraanil Karim Shurotin Nisa, Unaizah:Darul Ibnil Jauzi 2008 jilid:1 hal:447

[15] ibid,,hal 456-457

[16] lihat AL-Alusi,Ruhul Ma’ani, Beirut: Dar Kutubul Ilmiah,1993 jilid: 3 hal:56

[17] Lihat: Wahbah Az-Zuhaily, Tafsir Al-Munir, Damaskus:Darul Fikr 1996 Jilid:5 Hal :127

[18] HR Imam Ahmad no 666 , dilemahkan oleh Ahmad Syakir

 

[19] HR :Ibnu sam’ani lihat jamii shoghir no 1262

[20] HR abu daud no: 3646

[21] HR abu daud no:4604

[22] HR.muslim no:1478

[23] HR.Muslim no:1478

[24] HR.Imam Ahmad no:21361

[25] HR.Bukhori no:3192

[26] HR.Bukhori di Adabul Mufrod no:308

[27] Lihat lebih detail di i’lamul muwaqiin jilid 4/283

[28] HR.Qudhoi di Musnad Syihab no:146

[29] Lihat cerita usulan salman al farisi di fathul bari jilid 7/393

[30] Hadist tentang ini diriwayatkan oleh Bukhori no :7162

[31] Acara televisi Fiqhul Khilaf saluran Al-Majd Syekh Mujammad Hasan Walad dadaw

[32] Prof Dr Akrom dhia ,Siroh An-Nabawiah As-Shohihah, jilid 2/459

[33] Qowaid fiqhiah DR musthofa zuhaily hal:499

 

Iri Kanan Kiri

Minggu lalu saya melihat acara televisi National Geographic “BrainGame”, tentang penelitian dua ekor monyet yang pada awalnya sama-sama diberi makan pisang, lalu dua ekor monyet tersebut memakan pisang yang diberikan dan terlihat senang hati juga bahagia (kata penelitinya sih begitu).Kemudian monyet A diberi anggur dan monyet B kembali diberi pisang, ternyata monyet B langsung melempar pisang sambil berteriak-teriak tidak jelas ketika melihat monyet A memakan makanan yang lebih lezat daripada yang ada ditangannya!!

“Iri itu sifat yang tersimpan dalam jiwa insan, seseorang cenderung tidak suka apabila teman setingkatnya unggul dalam suatuhal sedangkan dirinya tidak ” ucap Ibnu Rajab dalam kitab Jami’Al-’UlumWal Hikam.

“Bisa dibilang dosa pertama yang terjadi di langit adalah iri, dan dosa pertama kali yang terjadi dibumi juga karena iri,” ucap Imam Qurtubi ketika menafsirkan Surat An-Nisa’ ayat 54. Kemudian beliau menjelaskan, “Adapun dosa pertama yang terjadi di langit adalah kedengkian iblis terhadap Nabi Adam, sedangkan dosa pertama di bumi adalah ketika Qobil mendengki Habil.” Toh akibat kedengkian di langit iblis berhasil ikut menyeret Nabi Adam keluar dari nikmat-nikmat yang ada sebelumnya, dan akibat kedengkian pertama yang terjadi dibumi, Qobil membunuh Habil, yang akhirnya tindakan Qobil itu menjadi “inspirasi” bagi para penjahat sampai detik ini.

AaGym pernah berceritatentang masalah iri hati : “Dulu ada seorang kaya raya berkata kepada temannya, ‘Kamu minta apa saja,saya akan memberimu kawan, tapi dengan syarat tetanggamu mendapat dua kali lipat dari apa yang kamu minta,’ mendengar temannya memberi tawaran menarik tersebut, ia langsung menjawab, ‘Ya sudah, congkel mataku sebelah kanan, biar tetanggaku juga tercongkel matanya kiri dan kanan!!”

“Jauhilah sifat iri hati! Karena iri hati itu melahap kebaikan sebagaimana api melalap kayu bakar,” sabda RasulullahSAW yang diriwayatkan oleh Abu Daud.

Jauh sebelum hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah, orang-orang Yahudi sudah lama menempati Madinah, tujuannya apa? Mereka lebih dahulu pindah ke Madinah demi menyambut kedatangan Sang Nabi sebagaimana yang dijanjikan di dalam Taurat, mereka selalu berkata, “Tunggu saja wahai kaum Arab, kalau Nabi Allah itu datang kami akan beriman kepadanya dan memenangkan peperangan,” namun, ketika mengetahui bahwasanya Nabi yang diutus bukan dari golongan Yahudi, mereka langsung mengingkarinya. Rasa iri mereka lebih hebat dari kepercayaan mereka kepada Rabbnya, terlalu berat bagi mereka untuk berbagi kebaikan kepada orang selain golongan mereka, ironis memang, tapi memang itulah hebatnya iri hati.

“Kalau kalian sudah menang dari Romawi dan Persia, akan menjadi seperti apa kalian?” tanya RasulullahSAW kepada para sahabatnya, “Kami akan menjadi seperti yang Allah perintahkan wahai Rasulullah” Abdurrahman bin Auf rodhiallahu ‘anhu salah satu sahabat senior mencoba menjawab, kemudian Rasulullah SAW Menjawab, “Atau bisa jadi selain itu, kalian malah saling bersaing, lalu kalian saling mendengki, lalu kalian saling berpaling, lalu kalian saling memusuhi, lalu kalian saling mencari pemimpin masing-masing.”

Dalam pergaulan kita di dunia nyata, tentu kita mempunyai teman seperjuangan dalam susah dan sedih ketika menuntut ilmu, mencari rezeki, mengejar jodoh ataupun aspek lainnya. Namun, ketika teman seperjuangan mendapat lebih, akan timbul rasa iri yang biasanya tergambarkan dengan celotehan yang kita anggap ringan, “Dulu sifulan itu bodoh dan malesloh, kok bisa yah ia diterima di Universitas itu”, “Si fulankan jelek kokdapetnya cantik yah”, “Enak amat si fulan, kerja dikit uang kayak tisu,”pada dasarnya mau tidak mau, ungkapan itu seakan-akan mengkritik takdir Allah SWT, bukankah itu semua adalah pemberian dari Allah yang Ia berikan kepada siapa saja yang Ia kehendaki??

“Kalau seseorang ingin melihat mereka yang diberi kelebihan dalam masalah harta dan fisik, hendaklah ia melihat orang yang dibawahnya,” sabda Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.Dalam riwayat yang lain Nabi menjelaskan manfaat dari tips tersebut, “Hendaklah kamu melihat yang keadaannya di bawahmu, dan janganlah kamu melihat orang yang keadaannya di atasmu, karena yang demikian itu lebih patut sehingga engkau tidak menganggap kecil nikmat Allah kepadamu.”

Toh kita bukan seekor kera yang melempar satu-satunya pisang ketika melihat temannya mendapat anggur, dan konyol juga rasanya kalau kita rela menghilangkan satu mata kita demi menghilangkan dua mata tetangga kita.Kita punya akal yang bisa membawa kita untuk bersyukur kepada Allah SWT.Ketika melihat rumput tetangga lebih hijau, berpikirlah lebih jauh, bisa jadi itu karena tetanggamu selalu meminta hujan rahmat kepada Allah untuk tamannya, ia selalu menambahkan pupuk amal saleh pada tamannya hingga kitapun mendapat udara segar tambahan dari taman tersebut.Apabila rumput tetangga kita yang jahat terlihat lebih hijau, berpikirlah lebih jauh, bisa jadi itu hanya rumput sintetis palsu yang tidak menyejukkan pemiliknya, lagi tidak bermanfaat bagi orang lain.

Bukankah Nabi bersabda : “Seseorang tidaklah beriman,sampai ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia cintai untuk dirinya.”

Bukankah sesama orang Islam itu bagaikan satu tubuh? Jika anda tidak merasakan senang atas kesenangan orang muslim, jangan-jangan tubuh anda sedang terbius.

Mari tersenyum atas segala nikmat yang diberikan kepada saudara kita,untuk kebahagiaan kita dan dirinya. Semua adalah anugerah dari Allah, kita yang tidak pernah menanam sesuatu maka jangan pernah merasa kehilangan sesuatu.

cobalah lihat ke bawah : Ia tidak pernah tahu rumput yang lebih hijau , yang Ia tahu karung hijau untuk mengais rizki

cobalah lihat ke bawah : Ia tidak  pernah tahu rumput yang lebih hijau , yang Ia tahu karung hijau untuk mengais rizki

universitas marga satwa

Ketika Nabi Ibrahim ‘alaihi salam dilemparkan oleh kaumnya ke dalam perapian raksasa, seluruh hewan melata berusaha untuk memadamkan bara api yang ada di sekitar Nabi Ibrahim, kecuali seekor tokek, ia malah berusaha mengipas-ngipas bara api agar tetap menyala[1]. Tentu kita semua mengetahui akhir dari cerita tersebut, bukan karena binatang melata api yang membakar Nabi Ibrahim menjadi padam, bukan juga karena usaha keras tokek  yang membuat api itu tetap membara, tetapi  Allah subhanahuwata’ala  langsunglah yang menunjukan kebesaran-Nya dengan menyuruh api agar menjadi sejuk dan menyelamatkan Nabi Ibrahim.[2]

Tentu sebanyak apapun binatang melata mencoba memadamkan perapian raksasa tersebut, ia tetap tidak akan padam, begitu juga apapun yang dilakukan si tokek tidak akan merubah keadaan, tapi di kisah tersebut terdapat pelajaran bagaimana cara bersikap dan keberpihakan terhadap kebenaran, walaupun seakan-akan keberpihakan kita tidak ada dampaknya sama sekali.

Allah subhanahuwata’ala berfirman  :

 وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا طَائِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلَّا أُمَمٌ أَمْثَالُكُمْ      

Artinya : “Tidaklah satupun dari binatang melata ataupun burung yang terbang dengan sayapnya, kecuali mereka adalah umat seperti kalian.” (Al-An’am : 38)

“Tidaklah seorang pun di bumi ini, kecuali mempunyai kemiripian dengan hewan,” Ucap Sufyan ibnu ‘Uyainah mencoba menjelaskan ayat tersebut, “Sebagian manusia ada yang mengaum seperti  harimau, suka mengong-gong seperti anjing, dan ada juga yang sifatnya seperti babi yang apabila ia diberi makanan yang baik ia tidak memakannya, namun apabila ia diberi kotoran, ia melahapnya. Begitu juga sebagian manusia, kalau diberi puluhan kalimat hikmah dan nasehat indah, ia tak bisa menghafalnya, namun jika ia melihat kesalahan seseorang ia pasti langsung menghafalnya.” Demikan ucapan sang tabi’u tabiin masyhur ini yang direkam oleh Khottobi dalam Kitab Al-Uzlah[3].

Mempunyai sifat seperti salah satu binatang, kami rasa tidaklah sepenuhnya jelek dan buruk, sebagaimana yang diisyaratkan oleh ayat di atas. Yang kita perlukan adalah bagaimana memilah sifat-sifat yang berhak kita sematkan dalam kehidupan kita sehari-hari.

Suatu waktu para murid Imam Sya’bi memberanikan diri mereka untuk bertanya kepada guru mereka, “Wahai gurunda, tolong beritahu kami bagaimana anda bisa mendapatkan ilmu sebanyak ini?” Tanya para murid kerena melihat keluasan ilmu sang guru sampai-sampai sering disebut, “Ibnu Abbas-nya zaman tabiin,” sang guru pun menjawab, “Saya menuntut ilmu dengan sabar, sebagaimana sabarnya keledai, menuntut ilmu dengan rajin sebagaimana rajinnya gagak,”[4] analogi sang guru ini dicerna betul-betul oleh para muridnya. Keledai tidak pernah mengeluh dengan perihnya cambukan, jauhnya perjalanan, ataupun tajamnya celaan. Begitu juga burung gagak, ia selalu disiplin mengepakkan sayapnya demi mencari makanan sebelum fajar terbit, kemudian kembali sebelum matahari terbenam.

Tidak ada salahnya kita mengambil pelajaran dari makhluk yang kita anggap lebih rendah dari pada kita, itu semuanya mengajarkan kita untuk selalu rendah hati, dan lapang dada, sebagaimana Nabi Sulaiman mengambil pelajaran dari burung hudhud ketika berkata “Aku mengetahui apa yang kamu belum ketahui, aku datang kepadamu dari negeri Saba dengan berita yang besar.” )An-Naml : 22). Dan atas jasa burung hudhud jugalah, pada akhirnya penduduk negeri Saba beribadah kepada Allah semata. Sebelum Nabi Sulaiman ada Qobil yang akhirnya mengambil pelajaran dari burung gagak  bagaimana cara mengubur saudaranya yang meninggal. Ia berkata dalam keadaan menyesal “Aduhai celakalah aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti apa yang burung gagak ini lakukan, sehingga aku dapat menguburkan mayat saudaraku.” (Al-Maidah : 31), maka tidak berlebihan jika Ibnu Taimiah mengutip perkataan  Muaz bin Jabal dalam kitabnya Al-Hamawiah Al-Kubro  “Terimalah kebenaran dari manapun datangnya walau itu dari orang kafir, ataupun pendosa , karena diatas kebenaran itu terdapat cahaya”

” orang mukmin itu seperti lebah ” ucap Rasulullah dalam memisalkan orang mukmin ,lalu baginda kita melanjutkan sabdanya ” selalu memakan yang baik, memproduksi sesuatu yang baik, bersinggahpun di tempat yang baik, apabila ia singgah ia tidak merusak”[5] demikian potongan hadist yang diriwayatkan oleh imam hakim dalam al-mustadrok . sebagai mukmin  yang baik tentu kita berusaha mencontoh apa yang disabda nabi kita , pribadi seperti lebah yang selalu memancarkan kebaikan , berusaha menyambung “benang sari” amal soleh  yang ada di masyarakat agar membuahkan tatanan masyarakat yang selalu di ridhoi oleh Allah . mari kembali berkaca kepada diri kita masing masing , pribadi seperti apakah  kita sekarang ? pribadi tokek kah kita, yang sering bersikap oportunis, suara kita selalu mengintimidasi orang orang sekitar kita? masihkah kita sering menyerang orang orang yang kita anggap berusaha mengeluarkan kita dari area nyaman , sebagaimana yang dilakukan tokek ? ataukah kita lebih buruk dari itu? toh kita sendiri yang bisa menilainya ,  وَفِي أَنْفُسِكُمْ أَفَلَا تُبْصِرُونَdan didalam jiwa jiwa kalian terdapat tanda tanda kebesaran, maka apakah kalian tidak melihatnya ?? (adzariyyat :51)

wallahu a’lam

 

 

[1] hr ahmad (24534), ibnu majah (3231), nasaai (2831) dan athobroni di mu’jam al awsath no 6973

[2] lihat tafsir ibnu katsir surat al anbiya ayat :51 – 70 banyak pelajaran yang bisa kita ambil disana

[3] hal 55

[4] tarikh dimasyq jilid 25 hal 355

[5] al mustadrok di kitab fitan wal malahim (8566)

karena mahasiswa bukan MAHA TAHU

kusimak dia sepenuh hati dan jiwa

Seakan-akan ini  pertama kali aku mendengarnya

Padahal aku telah menghafal hadistnya

Jauh sebelum dia lahir kedunia  –atho bin abi robah-

Didalam bahasa arab seseorang yang sedang menuntut ilmu biasa disebut tholibul ilmi , yg bisa diartikan sebagai pencari ilmu, seiring dengan perkembangan zaman , datanglah sebuah istilah seorang penuntut ilmu dalam tingkat universitas, maka bahasa arabpun menyebutnya tholibul ilmi al jaami’i, namun yg unik dari bahasa indonesia , penuntut ilmu didalam tingkatan universitas mempunyai nama yang agak “wah” yaitu mahasiswa , terbentuk dari kata maha (yang bisa diartikan luarbiasa) dan kata siswa, orang yang mendengar kata mahasiswa langsung terlintas dalam benak kita seorang siswa yg kritis kepada dosennya , giat dalam membahas pelajaran , rajin berdiskusi dengan rekan kuliahnya.

Menghitung waktu belajar kita

Masyarakat sering menganggap kita (baik mahasiswa ataupun yg sudah menyandang gelar) selalu intens dalam mempelajari sesuatu, contohnya saja ketika seorang sarjana luarnegri jurusan hadist, mengisi sebuah seminar ,akan ada kalimat yang kurang tepat , yg keluar dari mulut sang panitia seminar tersebut “mari kita dengarkan seminar dari KH.fulan. lc pakar hadist yg sudah mendalami ilmu hadist di negri A selama 7 tahun” . dan ironis nya banyak dari sang narasumber  tersebut  menyetujui kalimat2 indah sang panitia.
kalau kita mau jujur dalam masalah menghitung waktu belajar kita di universitas, sebetulnya waktu belajar kita (untuk tingkat sarjana selama 4 tahun) tidak lebih dari  243 hari karena dalam satu hari 24 jam , kita hanya memakai waktu kita belajar 7 jam sisanya adalah makan tidur dan refreshing (kalau tidak mau dikatakan bermain) , dan pertahunnya kalender pengajaran pun hanya berkisar 8 bulan, belum lagi matakuliah yg betul2 berhubungan dengan jurusan yg kita tekuni mungkin hanya sekitar 70 persen dari semua matakuliah yg ada

Dan hitungan tadi pun belum termasuk apabila kita tidak naik tingkat karena nilai tidak mencukupi, yg menyebabkan kita menganggur ditingkat yang sama selama 1 tahun penuh, (yg nantinya masyarakat tetap mengatakan 1 tahun ini dianggap orang tersebut belajar ).

“Sampai kapan anda menuntut ilmu wahai gurunda??” para  murid Imam ahmad bertanya kepada gurunya

Sang imam yang hafal lebih dari 700 ribu hadist  itu menjawab “dari  aku bisa belajar menulis sampai nanti aku beristirahat di qubur ku”

Abdullah ibnu mubarok menasehati para penuntut ilmu

لا يزال الرجل عالما ما طلب العلم ، فإذا ظن أنه قد علم فقد جهل

“Seseorang selalu menjadi seorang alim selama dia tetap menuntut ilmu, apabila dia merasa bahwasanya dia  sudah berilmu maka dia jahil

Pernah Imam Malik sangat murka ketika beliau dipaksa menjawab pertanyaan yg tidak diketahuinya , sang penanya memaksa sang imam dengan ucapan ” wahai sang imam ini kan permasalahan sepele” sang imam darul hijrah itu pun menjawab  “tidak ada yang sepele dalam masalah ilmu , bukan kah kau membaca firman Allah ” sesungguhnya kami menurunkan kepadamu perkataan yang berbobot ” ilmu itu semuanya berbobot tidak ada yg sepele, dan akan ditanyakan kelak dihari kiamat, katakan pada mereka imam malik tidak mengetahui masalah ini”

Dizaman modern sekarang ini nampaknya cukup sulit bagi seorang lulusan universitas untuk mengatakan kalimat  “tidak tahu”  kepada masyarakat , ketika ditanya sebuah masalah yg dia sendiri tidak cukup cakap dalam masalah tersebut, faktor utamanya adalah takut dikatakan bodoh, karena paradigma yg ada dimasyarakat, seorang yg sudah menjadi mahasiswa dan kemudian lulus , dia akan mengetahui segalanya apa yg berkaitan dengan jurusannya !!

Islam pun sudah mewanti wanti bahayanya sikap sok mempunyai kapabilitas, nabi bersabda  المتشبع بما لم يعطَ كلابس ثوبي زور

“Orang yang merasa kenyang dengan apa yg tidak dianugrahkan kepada dia, seperti orang yg memakai pakaian dusta”

Didalam hadist yg lain: من تطبب ولم يعلم منه طب قبل ذلك فهو ضامن

“barang siapa yg berpura2 menjadi dokter padahal dia tidak mengetahui ilmu tersebut maka dia harus menjamin segala resiko yg diakibatkan”

Ulama adalah dokternya masyarakat dalam segala penyakit penyakit hati dan jiwa, resiko bagi meraka yg mengaku2 mempunyai ilmu yg berkaitan dengan dien, tentu lebih besar dari pada hanya sekedar dokter gadungan .

Tiada salahnya kita membiasakan berkata tidak tahu , malaikat tidak pernah malu mengatakan tidak tahu kepada Allah ketika disuruh menyebut benda2 langit, nabi pun berdiam menunggu wahyu ketika ditanyakan tentang permasalahan yg membatalkan umroh, ibnu abbas pun pernah berkata seakan menyindir para cendikiawan zaman kita ini “hanya orang gila yg menjawab selurah pertanyaan yg diajukan kepadanya”.

Delapan ratus tahun lalu -dizaman tidak ada teknologi facebook ,twitter ataupun blogging  imam izzuddin abdussalam ,ulama dikenal dengan sebutan sultonul ulama pernah berlelah lelah mengelilingi penjuru negara, dikarenakan ingin mengumumkan bahwasanya fatwa yg dia keluarkan sebelumnya adalah keliru, dan dia ingin berlepas diri dari fatwa yg sudah tersebar luas tersebut .

Kembali kepada zaman kita , kapan kita akan berjiwa besar mengakui kesalahan kita didepan publik ketika itu sudah jelas kesalahan nya?? Sampai kapan kita selalu mengakatan  “hal hal kesalahan sepele yg saya lakukan ndak usah dibesar besarkan” ?

Kita mahasiswa bukan MAHATAHU, sudah sewajarnya kita belar mengatakan kalimat TIDAK TAHU , agar orang orang mengajari kita hingga kita mengetahui,  mengurangi kalimat saya TAHU karena itu hanya akan memembuat orang terus bertanya hingga kita mengatakan “SAYA TIDAK TAHU”
wallahu a’lam bishowab

 

komunikasi itu penting

Pada saat itu muka nabi merah padam sambil menahan marah beliau bersabda kepada zubair ” sirami lahan mu , kemudian tahan air tersebut”  itulah keputusan nabi atas sengketa antara zubair dengan salah seorang anshor, ketika mereka bersengketa masalah irigasi , setelah sebelumnya nabi keputusan awal nabi “kau sirami lahan mu lalu kau sampaikan air itu kepada tetanggamu anshar” dianggap oleh sang anshar ada unsur nepotisme dengan mengatakan “ jangan jangan kau putuskan perkara ini dikarenakan zubair ini keponakan mu?”[1]

Bagi kita sang pembaca kisah mungkin akan merasa miris , bagaimana bisa sang khoirul kholqi  dituduh mempunyai sikap nepotisme dalam keputusannya, namun disisi lain mungkin sebagian dari kita mengaggukan kepala sambil berfikir “jangan jangan apa yang dikatan salah seorang anshor  tersebut ada benarnya , perubahan keputusan nabi ketika marah pun sepertinya menguatkan dugaan tersebut” dan musibah yang lebih besar  ketika pemikiran rancu tersebut langsung disebarluaskan di khalayak umum, tanpa meminta kejelasan dari para ahli!! Allahu mustaan

“Terburu buru dalam menyikapi suatu hal, itu yg menyebabkan timbulnya aliran aliran sesat” salah satu pernyataan ulama salaf dalam kitab firaq[2]
 kalau kita mau melihat lebih dekat kisah persengketaan irigasi yg diputuskan oleh rosullah , dengan bantuan para ulama di kitab kitabnya[3] , maka kita akan menemukan bahwasanya : sejak awal hak irigasi tersebut zubair berhak secara keseluruhan dan rasulullah diawal memberi keputusan supaya zubair bersukarela untuk bersedekah kepada anshori tersebut, tatapi ketika sang anshar menginginkan keputusan yang adil, maka rosul pun memberikan hukum asal tersebut yaitu : sang anshor  tidak mendapatkan jatah irigasi sama sekali .

Itulah kita terlalu sering terburu buru dalam menyikapi hal, tanpa ingin berkomunikasi dengan yang lain , sikap kritis yang tidak pada tempatnya, mengedepankan pendapat pribadi agar dianggap sang pemilik ide cemerlang .

Ketika ada desas desus bahwa nabi telah menceraikan istri istrinya, umar bin khottob  mengambil cara simpel dan bijak , yaitu berkomunikasi langsung dengan istri nabi dan nabi shallahu alaihi wasallam “ wahai rasulallah apakah engkau menceraikan istri istri mu?” , nabi menjawab “tidak”[4] selesai perkara, tanpa harus berlarut larut dalam desas desus yang tidak mengenakan.

Alangkah indahnya jika apabila sikap bijak ini kita aplikasikan dalam kehidupan muamalah kita sehari hari .

Didalam surat assyura (ayat 38) Allah menyebutkan salah satu sifat yg nantinya mendapat kebaikan dari allah adalah mereka yang bermusyawarah dalam urusan urusan nya
dalam riwayat ibnu ibban [5]abu hurairah berkata “saya tidak pernah melihat seseorang yg paling banyak bermusyawarah kepada para sahabatnya selain rosulullah shallahu alaihi wasallam”

Suatu Ketika nabi bermusyawarah dengan para sahabatnya apakah kita berperang keluar dari madinah atau berperang didalam kota, nabi menyepakati pendapat sahabat dengan keluar madinah dan berperang di uhud, kemudian terjadilah apa yang terjadi , sampai sampai sebagian ahli tarikh menganggap kekalahan bagi kaum muslimin, orang orang yang hatinya “sakit” pun tidak tinggal diam, langsung ikut serta dalam pencemoohan kepada para sahabat, “duh coba saja kita ikut pendapat nabi, untuk berperang dalam kota, tentu kita tidak terbunuh” seakan akan mereka menyindir hasil musyawarah yang sudah disepakati bersama sebelumnya
disaat yang sama pulalah Allah menurunkan ayat – ayat surat al imron yang di antaranya: فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ
maka maafkanlah mereka(para sahabat) dan mohon ampunkan mereka dan tetaplah bermusyawarah dengan mereka, dalam urusan ) alimron 159)[6]

Dengan berkomunikasi kita bisa menjelaskan yang samar, menentramkan hati yang bimbang,mendinginkan suasana tanpa paksaan, bukankah ibnu abbas menyempatkan dirinya berkomunikasi dengan kelompok khowarij, yg akhirnya mampu membuat  dua ribu khowarij bertaubat dan kembali kejalan yang benar[7]?, berkomunikasilah!!  bukankah nabi Allah sulaiman bin daud alaihi salam  menyempatkan berkomunikasi dengan burung hud hud mendengarkan alasan keterlambatan kedatangannya[8]?, dan jauh sebelum itu semua , sang kholiq Allah subhana wata’ala berkomunikasi dengan malaikat , saat sang kholiq berfirman “إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً”

Sekali lagi mari berkomunikasi, ingat kegelapan pemikiran bukan hanya disebabkan titik titik hitam maksiat, tetapi kadang karena kurangnya cahaya komunikasi, atau jangan jangan memang kitalah yang sengaja menutup mata? .

 


[1] Hr bukhari (kitab musaqoh hadist:2231) muslim (kitab fadhoil hadist:2357)

[2] Ta’liq sunan ibnu majah abdul aziz atthorifi

[3] Lihat fathul bari jilid 5 hal 39 dan syarh shohih muslim imam annawawi (jilid 15 hal 108)

[4] Hr bukhori (kitab al-ilm hadist :89)

 

[6] Lihat tafsir fie dhilalil quraan sayyid quthb jilid satu hal: 425-479  karena sangat menarik untuk diresapi

[7] Cerita tersebut diriwayatkan oleh hakim dalam mustadroknya no 2656 diskusi antara ibnu abbas dengan khowarij juga sangat menarik untuk ditelaah

[8] Lihat Surat annaml ayat 20- 28

sedikit tentang tahun baru

waktu saya masih kelas 2 aliyah(setara SMA), kami langganan Koran jawapos, nah kalo ga salah pas bulan januarinya saya baca di koran tersebut tentang data pembelian kondom ( hohoho). Jadi gini, menurut Koran itu katanya ketika malam tahun baru tuh, penjualan kondom meningkat lebih dari 250 persen!!! Keren kan? Kenapa otak saya tuh sulit banget buat husnudhan bahwa yang beli tuh kondom adalah para pasutri resmi dan sama sekali ga ada dibenak saya pikiran bahwa kalaupun yang beli kondom itu bukan pasangan suami istri ( anak muda), mungkin dipakai sebagai ganti balon dalam acara perayaan tahun baru, yang ada diotak saya pada saat baca tuh artikel adalah “sang pembeli ABG dan dipakai sebagai mana mestinya (bukan buat penghias ruangan ato buat balon experiment fisika)” v >.< v
Dan perlu diketahui sekolah saya dulu tuh deket tempat pariwisata kayak puncak bogor gituu dan ada aer terjunnya pula, dan kalo namanya dah malem taun baru tuh beeuhh ramenya bukan maen, sampe masjid kita pun dibuat transit orang2 yg mau ngerayain taun baru (ga buat solat, cuma buat istirahat ato kencing doank), dan kebanyakan dari mereka anak muda mudi yang hampir bisa dipastikan sang cowok itu tidak punya hubungan darah apapun ama si cewek ( kecuali darah muda yang bergojolak gejolak kali yah).
saya heran ama orang tuanya, koq bisa2nya ngebebasin anak ceweknya tengah malem jalan ama laki2 yg hampir bisa dipastikan kalo dia bukan mahromnya, apa para orang tua pada kepengaruh lagunya bunga cita lestari ”biarkan lah saja dulu kita jalan berdua, mereka pun pernah muda blablabla” yang membuat para orang tua ngebiarin anak cewenya lepas tak terkendali, dan melupakan ayat quraan “wahai orang2 yang beriman jagalah dirimu dan keluarga mu dari api neraka” (attahrim:6).
Itu baru di solo, blom lagi di jogja, bandung, puncak bogor, monas, dan pantai carnaval, yang mana dari sisi ekonomi aja sudah sangat mubazir, di monas dan pantai carnaval misalnya, disana tuh pas tahun baru, diadakan pesta kembang api (baca: acara bakar duit) insyaallah mah sampe miliayaran untuk acara kayak gitu.
pernah panitia acara taun baru di pantai karnaval ditanya masalah biaya yang dihabiskan untuk acara tahun baru. jawab mereka adalah “masalah biaya ga penting yang penting para pengunjung senang” (wew) , padahal mah klo mau nyenengin masyarakat mah mending tuh duit dikasiin buat bayar utang negara yang jatuh tempo tahun 2010 aja sudah sekitar 116 trilun :p,
pesta kembang api tidak akan merubah apapun dari hidup ini, yang miskin tetap miskin, yang ngutang akan bertambah banyak bunganya, yang ga solat tetep ga solat. Hingar bingar terompet pun sama sekali tidak bisa mengurangi beban hidup ini, kasus bank century tetep ga akan kelar, masalah limbah sungai ga akan ilang hanya dengan bersama sama mengitung mundur disaat perpindahan tahun. Di tahun baru, bumi akan berputar sebagai mana biasanya yang diperintahkan oleh Allah, tak ada yang berbeda.
Sebagai seorang muslim yang baik seharusnya meninggalkan sesuatu yang tidak berguna (H.R. Tirmidzi). Seorang muslim juga sebaiknya tidak mengikuti perayaan macam itu, karena perayaan taun baru awalnya digagas oleh Julius Caesar pada tahun 45 SM (kalo ga salah). Ada hadis yg diriwayatkan oleh Bukhori Muslim, isinya: “kalian akan mengikuti sisa2 ajaran orang2 sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, selangkah demi selangkah, sampai sampai seandainya meraka masuk ke lubang biawak, kalian pun masuk juga”, kemudian sahabat bertanya ” apakah mereka yahudi dan nasroni wahai rosulullah?” nabi menjawab “siapa lagi klo bukan mereka” (H.R. Bukhori Muslim).
Jadi, Rosulullah itu udah mewanti2 umatnya, kalo umatnya bakalan ngikutin ajaran umat yg dulu, sampe ajaran itu bikin kita celaka, tapi kita masih aja ngikutin ajaran itu..hmmmm, harusnya, sebagai muslim yg cerdas dan pintar, kita bisa memilah milah mana ajaran yg perlu kita ikutin dan yg harus ditinggalin.
Oh iya, ada satu lagi kebiasaan waktu taun baru. Biasanya orang2 berlomba2 untuk ngebuat resolusi dan introspeksi diri setaun terakhir. Tapi sebenernya ulama2 dulu juga selalu introspeksi diri loh. Ga cuma pas akhir taun doang, tapi mereka introspeksinya di akhir hari. Tiap malem mereka selalu muhasabah, bahkan berdoa: “Ya Allah, jadikanlah hari ku ini lebih baik dari pada kemaren, dan hari esok lebih baik dari pada hari ini”. Tuh, lebih baik kita kayak mereka, muhasabah tiap hari. Jadi masi inget dosa apa aja yg udah kita perbuat hari ini. Kalo pas akhir taun, pasti udah lupa2 inget (kebanyakan lupa yg pasti..eheheh) sm dosa2 dan kesalahan2 yg diperbuat.
Sebenernya islam punya versi bahagia sendiri. Di surat Yunus ayat 58 disebutkan: qul bifadlillahi wa birohmatihi fabidzalika fal yafrohu huwa khoirum mima yajmaunn, intinya mah: orang2 mukmin tuh seharusnya berbahagia dgn apa2 yang telah diberikan oleh allah dari rahmat Nya dan Al quraan melebihi apa2 yang kumpulkan oleh orang2 lain dari harta kekayaan dunia. Kebahagiaan kita sebenernya bersumber di Al-Quraan.di dalam Al quraan, semua sumber kebahagiaan kita disebutin, ga cuma bwt bahagia di dunia aja, tapi bahagia di akhirat juga. Ga akan nyesel deh ngikutin apa yg ada di quraan. Siapa coba yg ga mau bahagia dunia akhirat.
mudah2an kita termasuk golongan yang diberi naungan oleh allah dihari kiamat
sebagai katagori pemuda yang rajin beribadah kepada allah

Waallah hu a’alam
December 31, 2009

cahaya bulan

Akhirnya semua akan tiba pada suatu hari yg biasa

pada suatu ketika yg telah lama kita ketahui

apakah kau masih selembut dahulu

memintaku minum susu

sambil membenarkan letak leher kemejaku

kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih

lembah mandalawangi

kau dan aku tegak berdiri

melihat hutan” yg menjadi suram

meresapi belaian angin yg menjadi dingin

apakah kau masih membelaiku semesra dahulu

ketika kudekap,

kau dekaplah lebih mesra

lebih dekat

apakau kau masih akan berkata

kudengar dekap jantungmu

kita begitu berbeda dalam semua

kecuali dalam CINTA.



KEHUJAHAN HADITS AHAD DALAM MASALAH AQIDAH

kita sering mendengar dalam medan dakwah baik itu di dalam kampus atau diluar nya sebagian harokah dakwah (yang kami berhusnudhon atas niat baik mereka dalam menyebarkan islam) berpendapat bahwa hadits ahad itu tidak dapat dijadikan pedoman dalam aqidah tetapi harus berdasarkan dalil yang qath’i yaitu ayat atau hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Read the rest of this entry